Senin, 04 Januari 2016

Tafsiran Injil Matius 6:33

MENAFSIR INJIL MATIUS 6:33

A.    Latar Belakang Injil Matius
Injil Matius merupakan salah satu Injil dari keempat Injil yaitu (Injil Markus, Lukas dan Yohanes) yang melukiskan tentang kehidupan dan pekerjaan Tuhan Yesus.  Sejarah kehidupan dan pekerjaan Tuhan Yesus di bumi dilukiskan atau diceritakan secara mendetail di dalam empat Kitab atau Injil.  Dalam Alkitab khususnya Perjanjian Baru, Injil Matius ditempatkan sebagai Injil yang pertama.  Demikian juga dalam pembukaan secara umum Kitab Perjanjian Baru, Injil Matius merupakan kitab yang pertama.  Tetapi, hal ini bukan berarti Injil Matius merupakan Injil yang paling tua di antara ketiga Injil yang lainnya.  Dalam sepanjang sejarah, para ahli Perjanjian Baru selalu berpendapat bahwa Injil yang tertua adalah Injil Markus.  Namun sekalipun demikian, tidak ada alasan yang kuat kenapa Injil Matius disebut sebagai Injil yang pertama di dalam Alkitab.  Kemungkinan besar yang dapat diambil dalam hal ini ialah karena Injil Matius merupakan Injil yang teratur dalam penyusunannya.  Misalnya Injil Matius memulai tuliasannya dengan melihat silsilah kelahiran Mesias Anak Allah.  Dalam ketiga Injil yang lainnya tidak menuliskan hal seperti yang dilakukan oleh Injil Matius ini secara mendetail.  Dan juga dalam menulis tentang “pengajaran Tuhan Yesus di atas bukit secara sistematis pasal 5-7” di mana hal ini tidak didapatkan dalam ketiga Injil yang lain ditulis secara sistematis.  Oleh sebab itu, kemungkinan besar Injil ini ditempatkan sebagai Injil yang pertama karena penulis Injil ini menulis karya dan kehidupan Tuhan Yesus secara sistematis.
1.      Penulis Kitab dan Latar Belakang Kehidupannya
Dalam pembukaan Injil Matius penulis tidak menyebutkan namanya sebagai pengarang Injil ini.  Berbeda dengan surat – surat lain yang ada di dalam Kitab Perjanjian Baru pada umumnya.  Namun sekalipun demikian, banyak orang menganggap bahwa Injil Matius ditulis oleh Matius sendiri.  Tetapi, dasar dari pernyataan ini hanya didasarkan atas satu tradisi yang tua.  Tradisi gereja di dalam sepanjang sejarah sampai pada hari ini selalu menganggap bahwa pengarang dari Injil ini ialah Matius, bekas pemungut cukai, yang disebut juga Lewi (Mat. 9:9).  Tetapi, tradisi ini tidak terlalu kuat untuk mempertahankan Matius sebagai pengarang Injil ini.  J. J. de Heer menyatakan bahwa:
Para ahli pada umumnya berpendapat, bahwa mustahil Injil ini dikarang oleh Rasul Matius sendiri, sebab dalam banyak hal Injil Matius mengambil – alih isi Injil Markus dengan cara yang hampir harafiah (mis. Mat. 14:22-27 dan Markus 6:45-50).  Tidak masuk akal bahwa seorang murid Yesus, yang hadir pada perbuatan – perbuatan Tuhan Yesus, akan mengikuti cerita Markus, yang tidak hadir pada perbuatan – perbuatan itu, secara harafiah.  Pasti seorang murid Yesus akan memberi lukisannya sendiri.  Cukup jelas bahwa Injil Matius yang sekarang ada, tidak dikarang oleh Matius sendiri.  Jadi, hanya tinggal kemungkinan bahwa Rasul Matius membuat catatan, yang kemudian dipakai di dalam gereja, dan dipakai juga oleh pengarang Injil.  Siapa sebenarnya orang yang di Siria, yang telah mengarang “Injil Matius” itu, mungkin tak pernah akan diketahui dalam dunia ini.[1]

Persoalan dalam hal penulisan atau pengarang kitab ini tidak dapat dipastikan secara mutlak bahwa Matius adalah pengarang Injil ini.  Kebanyakan para ahli melihat surat yang ditulis di dalam Injil ini dengan membandingkan isinya dengan isi Injil Markus dan menyatakan bahwa Matius ikut-ikutan dan menyalin isi Injil Markus.  Para ahli menyatakan bahwa tidak mungkin seorang murid Yesus yang bersama – sama dengan Dia akan mengikuti cerita yang secara harafiah dari cerita Markus secara khusus.  Namun pernyataan para ahli ini juga bisa tidak bisa diterima.  Sebab, jika dibandingkan antara Mat. 14:22-27 dengan Mark. 6:45-50 memang pada hakekatnya adalah sama.  Tetapi, di dalam Injil Matius tidak hanya menulis perbuatan Tuhan Yesus sampai pada ayat 27, tetapi masih ada kalimat-kalimat selanjutnya yang mana merupakan satu kesatuan dengan cerita dalam ayat 22-27 yaitu ayat 28-33 yang tidak ada dalam Injil Markus.  Malah kelihatannya tulisan Matius mengenai peristiwa “Yesus berjalan di atas air” sangat sistematis dibandingkan dengan tulisan Markus.  Tulisan Matius mengakhiri tulisannya mengenai peristiwa itu dengan satu pengakuan dan penyembahan yang dilakukan oleh orang-orang yang ada dalam perahu itu kepada Yesus “Sesungguhnya Engkau Anak Allah”, sedangkan di dalam tulisan Markus mengakhiri tulisannya di dalam peristiwa itu dengan reaksi orang – orang yang ada dalam perahu itu yaitu “mereka sangat tercengang dan bingung … sebab hati mereka tetap degil”. 
Jadi, dapat dikatakan bahwa penulis Injil Matius bukan menyalin ataupun mengikuti tulisan di dalam Injil Markus.  Dan andaipun sama, juga tetap diterima, sebab pengarang Injil juga sama-sama menulis tentang kehidupan karya Tuhan Yesus.  Penulis Injil Matius dan penulis Injil Markus sama – sama mempunyai tujuan yaitu menulis tentang kehidupan dan karya Tuhan Yesus di bumi ini.  Jadi, tidak ada bukti yang kuat bahwa penulis Injil Matius menyalin atau mengikuti tulisan Markus.  Tetapi sekalipun demikian bukti ini juga tidak menguatkan bahwa penulis Injil Matius adalah Rasul Matius sendiri seperti yang dianggap oleh tradisi gereja.  Dari perbandingan ini, juga tidak terlihat jelas tentang siapa penulis Injil Matius yang sesungguhnya.  Selanjutnya M. E. Duyverman menyatakan bahwa:
Tradisi gereja selalu meyakini bahwa: Injil Matius ditulis oleh Matius, rasul, bekas pemungut cukai, yang disebut juga Lewi (Mat. 9:9; 10:3; Mrk. 2:14; Luk. 5:27).  Akan tetapi, jika sumber-sumber tradisi gereja diperiksa (Ireneus, Origenes, Eusebius), maka semuanya berbicara tentang sesuatu Injil dalam Bahasa Aram, sedangkan Injil yang kita miliki – menurut para anggapan para ahli – bukanlah terjemahan melainkan karangan Yunani asli.[2]

Dari pernyataan tersebut di atas, menyatakan bahwa Injil yang diletakkan pada pembukaan Perjanjian Baru bukanlah hasil terjemahan yang diterjemahkan dari bahasa Aram.  Tetapi menurut para ahli, Injil Matius ialah Injil asli yang dikarang dari bahasa asli yaitu bahasa Yunani.  Jadi menurut para ahli ini, jika berpatokan dengan tradisi gereja yang sudah berabad-abad ini, maka itu didasarkan atas Injil dalam terjemahan bahasa Aram.  Tetapi, sesungguhnya Injil Matius adalah Injil yang dikarang dalam bahasa Yunani asli.  Namun, pernyataan para ahli ini juga tidak ada bukti yang kuat dengan menyanggah pendapat dari tradisi gereja.  Jika terus bersandar pada tradisi gereja tersebut, maka pertanyaannya seperti yang dinyatakan oleh M. E. Duyverman bahwa:
Apakah tradisi itu berdasarkan catatan Papias mengenai Logiatu Kyriu? Khilfkah tradisi itu?  Pertanyaan ini timbul, oleh karena ada beberapa unsur yang sukar dapat disesuaikan dengan tradisi gereja itu.  Rasul Matius ialah murid Yesus; jadi ia menyaksikan segala peristiwa dengan mata dan telinganya.  Adakah penyaksi – mata itu bersandar begitu kuat pada sumber lain, sehingga susunan kata – katanya pun sama?  Anggapan ini agak ganjil.  Agaknya ia menyusun karangannya secara bebas, seperti Injil Yohanes.  Soal lain lagi: sebagai bekas pemungut cukai, tentulah ia bergaul rapat dengan orang bukan – Yahudi, sebab “ ia kaki tangan Roma”.  Padahal Injil ini paling bersifat “Yahudi” dari antara keempat Injil itu.  Karena hal yang disebut di atas ini, maka kebanyakan para ahli sekarang ini mencari pengarangnya di dalam kalangan lain.  Boleh jadi seorang dari antara pemimpin agama Yahudi.  Maklumlah, sesudah – tercurahnya Roh Kudus, banyak di antara mereka, yang tadinya masih takut, menjadi kristen (Kis. 6:7; Yoh. 12:42).  Orang dari kalangan inilah yang bersifat seperti yang nyata dari Injil Matius itu.  Tetapi, haruslah pula kita ingta: ini dugaan saja, kepastian tak ada.[3]

Pada umumnya terutama dalam tradisi gereja menganggap bahwa penulis Injil Matius adalah rasul Matius sendiri yaitu salah satu murid Yesus.  Tetapi, tradisi ini seringkali diprdebatkan karena tidak mempunyai dasar yang kuat dan bahkan Injil Matius sendiri hanya sedikit membicarakan tentang rasul Matius sendiri di dalam suratnya.  Para ahli beranggapan bahwa jika Matius yang menulis Injil Matius ini tidak mungkin ia memakai sumber-sumber yang lain seperti mengcopy isi Injil yang lain, terutama dalam hal ini Injil Markus.  Tetapi, dari pernyataan ini pun juga tidak dapat dipastikan bahwa penulis Injil Matius mengcopy Injil Markus, sebab kita ketahui bahwa semua penulis Alkitab menulis berdasarkan sumber yang sama.  Tuhan adalah pewahyu dari firman-Nya.  Dalam arti bahwa ketika para rasul menulis firman Tuhan, mereka menulis dari sumber atau pribadi yang sama.  Tidak dapat disangkal firman yang ditulis oleh Matius dan Markus bisa saja sama sebab diterima dari Tuhan Allah yang sama dan diinspirasikan oleh Roh Kudus.  Hal ini tidak dapat disangkal, pernyataan ini perlu untuk diterima sebagai kebenaran yang mutlak.
Selanjutnya, Merrill C. Tenney menyatakan bahwa, “Pendapat umum para penulis kuno sesuai dengan sifat Matius yang sudah diketahui.  Sebagai seorang pemungut cukai tentu ia seorang yang terpelajar dan biasa membuat catatan – catatan dalam melakukan pekerjaannya.”[4]  Tidak dapat dipungkiri juga bahwa bisa saja Matius yang menulis Injil Matius ini, sebab dia adalah orang yang terpelajar dan biasa membuat berupa catatan – catatan kecil di dalam pekerjaannya.  Dia bukan orang bodoh yang tidak terpelajar pada saat itu.  Dalam hal ini, tidak dapat dipastikan sejarah kehidupan Matius  sendiri setelah Yesus memanggilnya menjadi murid-Nya.  Mungkin saja Matius setelah dipanggil oleh Yesus untuk menjadi murid-Nya memakai segala pengetahuannya untuk membuat catatan kecil dalam mengikuti Yesus.  Hal ini tidak dapat disangkal.  Bambang Subandrijo menyatakan bahwa, “Berdasarkan tradisi Kristen awal menganggap Injil ini ditulis oleh rasul Matius, salah seorang murid Yesus.  Tradisi ini didasarkan pada tulisan Papias pada paruh pertama abad kedua Masehi.  Namun, sejak abad XVII, para ahli biblika mulai meragukan bahwa Matius adalah penulisnya”.[5]  Dari pernyataan ini nyata bahwa persoalan mengenai penulisan Injil Matius sudah mengalami perkembangan atau pemahaman.  Pemahaman pada mulanya yaitu dari Abad kedua menyatakan bahwa Injil ini ditulis oleh rasul Matius sendiri yang didasarkan pada tulisan Papias.  Sedangkan pemahaman yang meragukan rasul Matius sebagai penulis Injil ini adalah pemahaman yang hanya didasarkan atas penelitian.  
Bertolak dari seluruh pembahasan tersebut di atas mengenai penulis Injil Matius ini, maka perlu ditekankan empat hal.  Pertama: Injil Matius yang telah dimasukkan dalam Kanon Perjanjian Baru adalah Firman Allah yang mengkisahkan tentang kehidupan dan karya Kristus selama Ia melayani di muka bumi ini.  Injil ini diterima dan ditulis dari sumber yang sama yaitu Allah sendiri yang telah menginspirasikan kepada hamba-Nya untuk menulis Injil ini sebagai Firman-Nya yang sama dengan Kitab-kitab yang lain yang ada dalam Alkitab.  Kedua: mengenai penulis Injil ini, penulis menyimpulkan bahwa berdasarkan pemahaman yang telah diungkapkan oleh tradisi gereja pada abad kedua Masehi, maka penulis Injil ini ialah rasul Matius bekas pemungut cukai yaitu salah seorang yang telah dipanggil oleh Yesus Kristus untuk menjadi murid-Nya.  Dalam hal ini, sekalipun para ahli biblika meragukan penulis Injil ini, namun mereka juga tidak menemukan siapa penulis Injil Matius ini.  Jikalau pendapat para ahli dibangun di atas kemungkinan-kemungkinan yang penuh kecurigaan dan dengan tidak pasti maka tidak ada artinya.  Semuanya itu hanya membawa kepada persoalan-persoalan yang tidak ada faedahnya.  Ketiga: siapa pun penulis Injil Matius ini yang tidak dipastikan dengan benar, namun yang perlu ditegaskan dan diakui bahwa penulis Injil ini juga adalah seorang yang telah dipanggil dan dipakai oleh Tuhan Allah untuk menulis Firman-Nya.  Hal ini perlu diakui, sebab tidak mungkin seorang manusia dapat menulis dan mendapatkan inspirasi dari Tuhan Allah yaitu Dia yang telah mengutus Anak-Nya datang ke dalam dunia ini untuk menulis dan mengkisahkan seluruh kehidupan serta karya Kristus di dalam menyelamatkan umat kepunyaan-Nya.  Jadi, tidak ada artinya untuk diperdebatkan tentang siapa penulis Injil Matius ini, karena Injil Matius tetap, dan satu-satunya Injil yang mengkisahkan kehidupan serta karya Kristus.   
2.      Tahun, Tempat dan Zaman Penulisan Injil Matius
Tahun dan zaman penulisan Injil Matius juga merupakan hal yang sukar untuk dipastikan dengan benar.  Ada beberapa anggapan yang menyatakan bahwa jika Injil Matius selalu mengutip isi daripada Injil Markus berarti kemungkinan besar Injil ini ditulis setelah Injil Markus yaitu tahun 65.  Donald Guthrie menyatakan bahwa, “Menurut mereka, karena Matius memakai Markus, maka Injil Matius baru dapat ditulis setelah kejatuhan Yerusalem.  Jadi, penanggalan yang mungkin bagi Matius adalah 80 – 100 M.  Tidak ada persetujuan tentang penanggalan yang lebih pasti di dalam periode ini”.[6]  Jadi, pendapat ini didasarkan atas perbuatan atau tindakan Matius didalam memakai sumber-sumber dari Injil Markus.  Jikalau itu memang benar, karena hal ini juga merupakan suatu kemungkinan saja, maka sudah pasti bahwa Injil Matius ditulis setelah Injil Markus ditulis pada tahun 65 dan juga bisa dipastikan bahwa setelah tahun jatuhnya Yerusalem.
Namun, ada beberapa hal yang diungkapkan oleh para ahli bahwa Injil Matius ini ditulis kira – kira tahun 70 – 80.  M. E. Duyverman menyatakan bahwa, “Mengenai tambahan kepada perumpamaan perjamuan – kawin, yaitu kota yang dibakar  (22:7), mungkin yang dimaksud ialah pemusnahan kota Yerusalem.  Tetapi, kita harus hati-hati.  Kesimpulannya: Injil Matius ditulis kira-kira tahun 72-85”.[7]  Peristiwa yang terjadi di Yerusalem dapat dijadikan dasar dan penentuan mengenai tahun penulisan Injil ini.  Kemungkinan besar yang dapat dipastikan ialah bahwa Injil Matius ditulis setelah kejatuhan atau pemusnahan kota Yerusalem pada tahun 70.  Pemusnahan kota Yerusalem merupakan suatu peristiwa yang penting di dalam Injil Matius ini.  Seperti J.J. de Heer menjelaskan bahwa:
Para ahli Perjanjian Baru biasanya menduga bahwa Injil Matius baru dikarang kira-kira tahun 80, dengan dua alasan: Pertama: pada tahun 70 terjadi suatu peristiwa yang penting.  Pada tahun itu Bait Allah yang indah di Yerusalem dibakar habis oleh tentara Romawi, ketika orang Romawi mengalahkan orang Yahudi, yang telah memberontak terhadap pemerintahan Romawi.  Injil Matius dalam perumpamaan tentang perjamuan kawin menekankan, bahwa “kota orang-orang bersalah dibakar” (22:7).  Ahli-ahli pada umumnya menganggap hal itu sebagai tanda bahwa Injil Matius dikarang.  Kedua: orang Yahudi yang masih hidup, setelah Bait Allah dibakar dan setelah banyak orang Yahudi dibunuh oleh tentara Romawi, tidak dapat mengejar tujuan politis lagi politis lagi.  Mereka memusatkan perhatiannya kepada reorganisasi rohani di bawah pimpinan ahli-ahli Taurat.  Ahli-ahli Taurat itu mulai membedakan dengan lebih tegas ajaran yang benar dan aliran – aliran yang sesat, yang tidak boleh diikuti oleh orang Yahudi.  Antara lain ajaran kristen dicap secara tegas sebagai ajaran yang tidak boleh dianut oleh orang Yahudi.  Justru dalam situasi itu, kira-kira tahun 80, Injil Matius dapat ditempatkan.  Dalam Injil Matius orang Kristen yang berasal dari bangsa Yahudi diperkuat dalam iman Kristen , sebab dalam Injil ini dibuktikan bahwa Yesus dengan benar adalah Mesias, yang sudah dijanjikan dalam PL itu.  Dalam Injil Matius juga dikupas kesalahan – kesalahan para ahli Taurat (Pasal 23).  Jadi, pendapat oleh banyak ahli Perjanjian Baru bahwa Injil Matius dikarang kira – kira tahun 80 sesudah Masehi dapat diterima.[8]

Peristiwa yang terjadi di Yerusalem pada tahun 70-an merupakan peristiwa yang menurut para ahli dikisahkan di dalam Injil Matius yaitu mengenai Injil Matius dalam perumpamaan tentang perjamuan kawin yang menekankan bahwa “kota orang-orang bersalah dibakar” sebagaimana dikisahkan di dalam Matius 22:7.  Peristiwa yang dikisahkan di dalam Matius 22:7 kemungkinan besar melukiskan tentang peristiwa tentang pemusnahan kota Yerusalem pada tahun 70.  Jadi, jikalau tahun 70 kota Yerusalem jatuh, maka tidak mungkin Injil Matius ini ditulis setelah kejatuhannya.  Tetapi, sesudah kejatuhan kota Yerusalem itu, maka dapat dipastikan bahwa Injil Matius ditulis.
  Bertolak dari pernyataan – pernyataan tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa mengenai tahun kepenulisan Injil Matius ini tidak dapat dipastikan dengan tepat.  Tetapi, yang dapat dipastikan bahwa Injil ini ditulis setelah kejatuhan Yerusalem yaitu pada tahun 70, maka kemungkinan besar setelah tahun 70 itulah rasul Matius mulai menulis Injil Matius ini.  Jadi, dapat disimpulkan bahwa tahun penulisan Injil Matius ialah ditulis antara tahun 72 – 85.
Selanjutnya, mengenai tempat penulisan Injil Matius ini.  Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa kemungkinan besar ditulis di Antiokhia.  Seperti M. E. Duyverman menjelaskan bahwa:
Injil ini ditulis dalam bahasa Yunani dan walaupun banyak ungkapan dan adat Yahudi dianggap telah dikenal, namun beberapa kali diberi keterangan : 1:23; 27:33, 46 atau istilah Yahudi itu dielakkan (korban: Mrk. 7:11 – Mat. 15:5).  Kedua gejala ini mengingatkan kita kepada suatu daerah di luar Palestina.  Selain daripada itu Injil ini diutamakan untuk pembaca Yahudi; lagi pula Injil inilah yang pertama-tama diterima, jadi mungkin didukung oleh pusat gereja yang penting.  Itulah sebabnya pikiran kita tertuju ke Antiokhia.[9]

Dari pernyataan tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa memang pada hakekatnya Injil Matius merupakan satu-satu Injil yang pertama – tama diterima pada saat itu sebagaimana ditunjukkan kepada orang – orang Yahudi yang percaya kepada Kristus.  Injil Matius merupakan Injil yang perdana yang diterima oleh orang – orang Yahudi.  Jadi ada kemungkinan besar bahwa surat ini ditulis di Antiokhia.  Hal yang sama juga dinyatakan oleh Samuel Benyamin Hakh menyatakan bahwa, “Karena Injil ini ditulis dalam bahasa Yunani, maka semestinya Injil ini ditulis di Luar Palestina atau daerah sekitarnya, meskipun sangat terasa pengaruh bahasa Yahudi di dalamnya”.[10]  Tempat penulisan dari Injil Matius ini kemungkinan besar di tulis di Antiokhia.  Seperti Merrill C. Tenney menjelaskan bahwa:
Tempat penulisaanya mungkin di Antiokhia.  Kutipan – kutipan Injil dalam karya para penulis gereja yang pertama seperti Papias dan Ignatius sangat menyerupai ayat-ayat di dalam Matius dan ini menunjukkan bahwa Injil yang pertama ini mungkin pilihan jemaat Siria Yahudi.  Lagi pula, gereja di Antiokhia adalah gereja pertama yang mempunyai anggota bukan Yahudi dalam jumlah lumayan yang berbicara dalam bahasa Aram dan Yunani.  Meskipun tidak ada bukti yang pasti bahwa Injil ini ditulis di Antiokhia, tidak ada tempat lain yang lebih sesuai daripadanya.  Maka, dapat diperkirakan bahwa ia ditulis sekitar tahun 50 hingga 70 dan disebarluaskan oleh mereka yang bekerja di dan dari gereja Antiokhia.[11]

Peristiwa penulisan Injil Matius ini juga merupakan suatu kemungkinan yang tidak dapat dipastikan secara mutlak.  Tetapi, berdasarkan pendapat dari para ahli kemungkinan besar Injil ini ditulis di Antiokhia.  Salah satu bukti yang kuat bahwa gereja di Antiokhia adalah gereja yang pertama yang menerima anggota bukan Yahudi.  Tetapi, sekalipun tidak ada bukti yang kuat untuk menyatakan bahwa Injil Matius ini ditulis di Antiokhia, namun yang dapat diterima dengan sah bahwa Injil Matius adalah Firman Allah yang telah dikehendaki oleh Tuhan Allah untuk ditulis oleh rasul Matius.

3.      Tujuan Penulisan Injil Matius
Injil Matius merupakan salah satu Injil yang mengkisahkan atau melukiskan peristiwa – peristiwa penting mengenai kehidupan dan karya Kristus di dalam pelelanan-Nya di bumi ini.  Di dalam pembukaan Injil Matius tersirat dengan jelas bahwa tujuannya ialah untuk meyakinkan dengan sungguh – sungguh bahwa Kristus yang telah lahir adalah Mesias yang telah dinubuatkan di dalam Perjanjian Lama. Matius menyatakan tujuan penulisan Injil Matius dalam kalimat pertama: Inilah silsilah Yesus Kristus, anak (keturunan) Daud, anak Abraham (Mat 1:1).  Gelar Anak Daud dan Anak Abraham ditemukan 10 kali dalam Injil Matius. Anak Daud menunjukkan Kristus sebagai Mesias-Raja yang telah dinubuatkan oleh para nabi, sedangkan Anak Abraham menjelaskan hubungan Yesus dengan perjanjian yang telah dijanjikan oleh Tuhan Allah dengan Abraham: Olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat (Kej 12:3 17:7). Tuhan Yesus menegaskan penggenapan nubuatan ini kepada orang-orang Yahudi yang tidak percaya, kataNya: Jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia (Mesias), kamu akan mati dalam dosamu ……  Jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan oleh Abraham ……  Jikalau Allah adalah Bapamu, kamu mengasihi Aku …… ..namun Iblislah yang menjadi bapamu (Yoh 8:24, 39, 42, 44).  Jadi, inti dari tujuan penulisan Injil Matius ini ialah untuk menyatakan secara sempurna tentang karya Kristus sebagai Mesias yang telah dijanjikan dan dinubuatkan di dalam Perjanjian Lama.  Perjanjian Allah dengan Abraham juga terlihat jelas di dalam silsilah yang dilukiskan oleh Matius ini sendiri.   Silsilah yang dilukiskan di dalam pembukaan Injil ini memberikan kesan yang akurat bahwa tidak ada tujuan yang lain selain menyatakan tentang keabsahan Kristus sebagai Mesias yang telah dijanjikan oleh Tuhan Allah dan yang telah dinubuatkan di dalam Perjanjian Lama melalui para nabi. 
Injil Matius merupakan salah satu Injil yang paling unik dari antara seluruh Injil Sinoptik.  Penulis Injil Matius ketika menulis Injilnya memulai dengan silsilah kelahiran Yesus Kristus dari keturunan Abraham sampai kepada Yusuf (Mat. 1:16).  Sedangkan di dalam Injil Lukas dan Markus tidak menyatakan hal seperti ini.  Tujuan Injil Matius dengan caranya yang sistematis ini ialah pertama – tama ialah untuk menunjukkan bahwa Kristus adalah Mesias Anak Allah yang telah dijanjikan dan telah dinubuatkan di dalam sepanjang sejarah Perjanjian Lama.  Keunikan ini menandakan dengan pasti tujuannya dengan meyakinkan secara sempurna dan mutlak tentang pribadi Mesias yang telah lahir.
Selanjutnya M. E. Duyverman menyatakan bahwa, “Tujuan injil Matius ialah untuk meyakinkan dengan sistematis dan dengan penuh hormat bahwa Yesuslah Mesias yang sudah dijanjikan oleh Allah di dalam Perjanjian Lama.  Di dalam Dia itu Kerajaan Allah telah datang, dan nanti akan berkembang sampai pada kesudahan alam”.[12]  Yesus Kristus adalah Anak Allah yang telah dijanjikan oleh Allah sendiri kepada nenek moyang bangsa pilihan-Nya.  Perjanjian ini mula – mula dinyatakan kepada Adam dan Hawa setelah mereka jatuh di dalam dosa (Kej. 3:15) dan selanjutnya secara terus menerus Tuhan Allah memberikan janji kepada para bapa – bapa leluhur bangsa Israel untuk meyakinkan bahwa perjanjian-Nya dari semula akan digenapi-Nya.  Itulah sebabnya penulis Injil Matius ini memulai tulisannya dengan menyatakan inilah silsilah Yesus Kristus (Mat. 1:1).  Jadi, keunikan ini membawa kita pada kesimpulan yang pertama-tama bahwa tujuannya ialah menyatakan bahwa pada hekakatnya Yesus Kristus adalah Mesias yang telah dinubuatkan di dalam Perjanjian Lama.
Perjanjian Allah serta nubuat yang telah dinubuatkan oleh para nabi di dalam Perjanjian Lama melalui inspirasi dari Allah telah digenapi oleh kelahiran Yesus Kristus yang adalah Mesias Anak Allah Sang Juruselamat yang mula – mula dijanjikan di dalam Kejadian 3:15.  Selain itu, tujuan dari Injil Matius ini juga menyatakan tentang karya Kristus yang telah diberikan oleh Tuhan Allah untuk menjadi Juruselamat umat kepunyaan-Nya.  Merrill C. Tenney menyatakan bahwa, “Tujuan dari Injil Matius adalah  untuk menunjukkan bagaimana Yesus dari Nazaret mengembangkan serta menguraikan wahyu ilahi yang telah dimulai dalam nubuat tentang Mesias dalam Perjanjian Lama”.[13]  Wahyu Allah di dalam Perjanjian Lama ialah mencakup seluruh janji – janji Allah untuk memberikan seorang Juruselamat bagi umat-Nya.  Yesus Kristus datang ke dalam dunia untuk mewujudkan wahyu Tuhan Allah yang telah dimulai di dalam nubuat di dalam Perjanjian Lama.
Perjanjian Tuhan Allah yang telah dijanjikan serta dinubuatkan di dalam Perjanjian Lama ditandai dengan perjanjian atas keselamatan umat-Nya sendiri.  Dasar dari seluruh perjanjian Allah dengan para umat-Nya dari Perjanjian Lama didasarkan atas keselamatan umat-Nya sendiri dari belenggung dosa mereka.  Kita ketahui, bahwa setelah kejatuhan manusia di dalam dosa manusia telah kehilangan kemuliaan Allah dan murka Allah menyala – nyala atas umat manusia oleh karena ketidaktaatan atas perintah Allah.  Peristiwa kejatuhan manusia di dalam dosa yang mula – mula di Taman Eden mengingatkan bahwa manusia memerlukan keselamatan hanya daripada Tuhan Allah sendiri.  Kasih dan keadilan Allah di atas umat-Nya sama – sama berjalan atas umat-Nya.  Ia adil dengan menghukum semua manusia dan Dia mengasihi sebagian manusia menurut kerelaan dan kehendak-Nya di dalam kedaulatan-Nya.  Janji Allah yang dilukiskan atau diceritalan di dalam Injil Matius ini bertujuan dengan jelas untuk menyatakan bahwa perjanjian Allah dan keadilan Allah serta kasih-Nya di dalam mengasihi umat-Nya dengan mengirim Anak-Nya yang Tunggal yaitu Yesus Kristus, Dialah Mesias yang telah dinubuatkan di dalam Perjanjian Lama kepada bapa – bapa leluhur umat percaya.
Jadi inti tujuan dari penulisan Injil Matius pada hakekatnya ialah untuk menyatakan bahwa Mesias yang telah lahir di tengah – tengah bangsa Yahudi tersebuat adalah Anak Allah yaitu Mesias yang telah dinubuatkan di dalam Perjanjian Lama.  Perbuatan serta karya Tuhan Yesus Kristus juga di dalam Injil Matius ini mencirikan bahwa nubuat-nubuat yang telah dinubuatkan di dalam Perjanjian Lama itu menunjuk kepada Tuhan Yesus Kristus.  Setiap perbuatan serta karya Kristus di dalam pelayanan-Nya menunjukkan bahwa Dialah Mesias yang dinubuatkan di dalam Perjanjian Lama.  Seperti Donald Guthrie menyatakan bahwa:
Matius  menulis Injil dari sudut pandang tertentu ia mau menunjukkan bahwa peristiwa-peristiwa penting dalam hidup Yesus menggenapi nubuat Perjanjian Lama.  Dalam hal ini ia tidak sendirian; motif seperti ini kerap muncul di sepanjang Perjanjian Baru, meski tidak ada yang sejelas Injil ini.  Ciri khas ini saja sudah mengindikasikan bahwa Matius adalah seorang Yahudi yang menulis bagi orang - orang Yahudi.[14]

Tidak dapat disangkal bahwa memang pada hakekatnya semua peristiwa – peristiwa yang terjadi di dalam diri Yesus Kristus yang dilukiskan di dalam Injil Matius ini menguatkan serta menyatakan bahwa Dia adalah Mesias yang dijanjikan di dalam Perjanjian Lama.  Dan bahkan jikalau diperhatikan dengan sungguh – sungguh bahwa itu sungguh benar.  Dalam pembukaan Injil Matius sendiri terlihat jelas bagaimana ia memaparkan silsilah Mesias Anak Allah dari keturunan Abraham.  Karya serta perbuatan dan bahkan kelahiran Tuhan Yesus di dalam Injil ini memberikan bukti bahwa Dia adalah Mesias yang dijanjikan di dalam Perjanjian Lama.
Selain menyatakan tentang karya dan kehidupan Tuhan Yesus sebagai Mesias yang telah dinubuatkan di dalam Perjanjian Lama.  Injil Matius juga memiliki tujuan yaitu untuk menguatkan iman orang – orang yang telah percaya kepada Kristus dan bahwa Kristus itu ialah Mesias yang telah dinanti-nantikan oleh orang – orang Yahudi.  Bambang Subandrijo menyatakan bahwa:
Matius adalah Injil semitis yang ditulis untuk menguatkan umat Kristen Yahudi dan sebagai apologi bagi orang - orang Yahudi yang belum percaya. Sejak awal, Matius mengidentifikasi Yesus sebagai keturunan raja Daud dan Abraham.  Dalam alur pemikiran tradisi Yudais, Matius mengidentifikasi Yesus sebagai sosok Imanuel dalam Yesaya 7:14 (band Mat.1:23).   Motif keyahudian Injil ini terutama tampak dalam penggambaran peran Yesus sebagai penggenapan harapan mesianis PL (Mat.  2:4;2:63).[15]
Penulis Injil Matius menulis Injil ini bukan hanya bertujuan untuk menyatakan Yesus sebagai Mesias dari keturunan Daud.  Tetapi, Matius juga memberikan tujuan yang lain yaitu untuk menguatkan orang – orang Yahudi yang telah menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka.  Selain menguatkan iman orang Yahudi yang telah menerima Kristus, Injil Matius juga betujuan untuk mempertahankan gagasan tentang Kristus sebagai Mesias yang telah dijanjikan dan dinubuatkan di dalam Perjanjian Lama bagi orang – orang Yahudi yang belum percaya. 
Bertolak dari pendapat para ahli tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa Injil Matius memiliki tujuan yang riil dan yang berpusat kepada Kristus sebagai Mesias yang telah dijanjikan dan dinubuatkan di dalam sepanjang sejarah Perjanjian Lama.  Oleh sebab itu, dapat diringkaskan dalam tiga bagian bahwa tujuan Injil Matius ialah: Pertama: untuk memberikan dokumen secara sistematis dan akurat tentang Kristus yang adalah Mesias yang telah dijanjikan oleh Tuhan Allah dan dinubuatkan oleh para nabi di dalam Perjanjian Lama.  Hal ini terlihat jelas dari pembukaan Injil ini sendiri.  Kedua: untuk menguatkan orang – orang Yahudi yang telah percaya kepada Kristus dan bahwa Kristus yang telah mereka percayai itu ialah Mesias yang adalah Anak Allah Sang Juruselamat yang telah dijanjikan oleh Allah dalam Perjanjian Lama.  Ketiga: tujuan penulisan Injil Matius ini juga ialah untuk memberikan apologi bagi orang – orang Yahudi yang masih belum percaya kepada Kristus sebagai Mesias Anak Allah yang telah dijanjikan dan dinubuatkan oleh para nabi di dalam Perjanjian Lama  dan bahwa Kristus adalah Mesias Anak Allah Yang Mahatinggi.
B.     Konteks Nats (Matius 6:33)
Konteks merupakan suatu langkah dalam penafsiran atau penelitian yang dilakukan atas suatu nas yang ditafsir.  Pada dasarnya konteks jenis ini menunjuk ayat-ayat yang berkisar sebelum dan sesudah ayat-ayat yang ingin ditafsir.[16]  Dalam menafsir suatu ayat di dalam Alkitab maka yang perlu diperhatikan terlebih dahulu ialah konteks nas tersebut.  Mengenal konteks, baik konteks dekat maupun konteks jauh akan membantu peneliti di dalam mencari tahu makna serta maksud dari suatu nas yang ditafsir.  Dalam hal ini juga perlu untuk memperhatikan nas – nas yang berhubungan dengan nas yang lainnya (Mis. Nas paralel, dan sejajar).

1.      Konteks Dekat
Matius Pasal 6 merupakan bagian dari pengajaran Tuhan Yesus di atas bukit pada masa pelayanan-Nya di muka bumi ini.  Dari Matius 5 - 7 menceritakan bagaimana awal mula pengajaran Tuhan Yesus di atas bukit kepada orang – orang banyak yang ada pada saat itu.  Matius 6 mendapatkan bagian juga di dalam pengajaran Tuhan Yesus tersebut.  Pengajaran Tuhan Yesus di atas bukit yang diceritakan di dalam pasal 5 sampai pada pasal 7 memiliki beberapa bagian yang di mana pada akhirnya pasal 6:33 mendapat bagian di dalam pengajaran-Nya mengenai “Hal Kekuatiran”.
Dari pasal 5 – 7 yang merupakan satu kesatuan teks di dalam nast ini dapat diringkaskan beberapa bagian pengajaran Tuhan Yesus yang Ia ajarkan di atas bukit tersebut yaitu mengenai “ucapan-ucapan bahagia” (5:1:12); pengajaran tentang “garam dunia dan terang dunia” (5:13-16); pengajaran tentang “Hukum Taurat” (5:17-48); pengajaran tentang “hal memberi sedekah” (6:1-4); pengajaran tentang “hal berdoa” (6:5-15); pengajaran tentang “hal berpuasa” (6:16-18); pengajaran tentang “mengumpulkan harta” (6:19-24) pengajaran tentang “hal kekuatiran” (6:25-34); pengajaran tentang “hal menghakimi” (7:1-5); pengajaran tentang “hal yang kudus dan berharga” (7:6); pengajaran tentang “hal pengabulan doa” (7:7-11); pengajaran tentang “jalan yang benar” (7:12-14); pengajaran tentang “hal pengajaran yang menyesatkan umat percaya” (7:15-23) dan pengajaran tentang “dua macam dasar dalam kehidupan manusia” (7:24-27).  Inilah daftar dari seluruh perkataan-perkataan yang dimaksudkan di dalam bahasa aslinya yaitu seluruh pengajaran Tuhan Yesus dari pasal 5 sampai pada pasal 7 yang terdiri dari beberapa bagian besar.  Jadi menurut penulis, konteks dekat dari Matius 6:33 ialah Matius 5:1-7:1-27 karena merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dengan seluruh pengajaran Tuhan  Yesus di atas bukit.

2.      Konteks Jauh
Penyataan Kerajaan Allah dalam Injil Matius merupakan pusat dari pengajaran Tuhan Yesus ketika mengajar orang – orang banyak pada saat itu.  Dalam Injil Matius terdapat enam kali pernyataan Tuhan Yesus mengenai Kerajaan Allah.  Tuhan Yesus di dalam pengajaran-Nya diceritakan bahwa Ia berkeliling untuk memberitakan Kerajaan Allah (Mat. 4:23; 6:33; 12:28;).  Yesus mengajar mengenai orang kaya yang sukar masuk ke dalam Kerajaan Allah (Mat. 19:24; 21:31; 21:43).
Selanjutnya di dalam Injil Markus juga dikisahkan tentang pelayanan Tuhan Yesus yang dimulai-Nya dengan memberitakan bahwa, “waktunya telah genap.  Kerajaan Allah sudah dekat.  Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” (Mrk. 1:15). 
Selanjutnya dikisahkan di dalam pengajaran – pengajaran Tuhan Yesus yang pada intinya bahwa Kerajaan Allah itu sudah datang di tengah – tengah dunia  (Mrk. 4:11, 26, 30; 9:1, 47; 10:14, 15, 23-25; 12:34; 14:25; 15:43).  Selanjutnya juga di dalam Injil Lukas dilukiskan pemberitaan tentang Kerajaan Allah di dalam pelayanan Tuhan Yesus.  Di mana pertama – tama Ia menyatakan bahwa, “Tetapi Ia berkata kepada mereka: "Juga di kota-kota lain Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk itulah Aku diutus." (4:43).  Dalam hal ini terlihat jelas bahwa kedatangan Kristus ke dalam dunia yaitu untuk memberitakan Kerajaan Allah.  Selain itu disebutkan 31 kali (4:43; 6:20; 7:28; 8:1, 10; 9:2, 11, 27, 60, 62; 10:9, 11; 11:20; 13:18, 20, 28-29;  14:15; 16:16; 17:20-21; 18:16-17, 24-25, 29; 19:11; 21:31; 22:16, 18, 51).
Di dalam surat-surat yang lain juga menceritakan bagaimana setelah Kristus bangkit dari kematian Ia secara terus menerus memberitakan tentang Kerajaan Allah.  Di dalam Kisah Para Rasul ada tujuh kali (Kis. 1:3; 8:12; 14:22; 19:8; 20:25; 28:23, 31).  Demikian juga di dalam surat rasul – rasul yang memberitakan tentang Kerajaan Allah.  Rasul Paulus mengajarkan bahwa “Kerajaan Allah bukan soal makan dan minum tetapi soal kebenaran” (Rm. 14:17).  Jadi, soal Kerajaan Allah ini adalah soal yang sangat serius dalam pelayanan Tuhan Yesus dan juga di dalam pemberitaan murid-murid-Nya yang dilakukan di dalam pelayanan mereka selanjutnya bahwa Kerajaan Allah itu sudah dekat dan sedang dinyatakan serta akan menuju kepada kesempurnaannya.  Soal kerajaan Allah adalah soal yang penting di dalam pelayanan Tuhan Yesus Kristus.  Kerajaan Allah ini merupakan sentral dalam kehidupan orang – orang percaya yang harus dicari sepanjang kehidupan mereka dan juga merupakan pusat pemberitaan para rasul-Nya bahkan sampai sekarang ini pemberitaan ini harus dilakukan oleh orang – orang yang percaya kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.

C.    Posisi Teks Injil Matius 6:33
Pada langkah ini, penafsir akan meneliti lebih dalam tentang perbuatan Allah di dalam keadilan dan kesetiaan-Nya serta kasih-Nya di dalam hidup umat-Nya.  Dalam bagian ini penafsir juga akan meneliti tentang posisi teks Injil Matius 6:33 dalam sejarah perbuatan Allah yang besar di dalam sepanjang sejarah kehidupan umat-Nya.

1.      Dalam Sejarah Suci (Historia Sacra)
Dalam menentukan posisi atau lokasi teks Injil Matius 6:33 dalam sejarah perbuatan Allah yang besar kepada umat-Nya di dalam sepanjang sejarah untuk menyatakan keadilan, kesetiaan dan kasih-Nya kepada umat-Nya bisa dimulai dari 5 (lima) titik utama yaitu: Kel. 15:18; Ul. 17:14-15;  1 Sam. 10:1-24; Yesaya 9:5-6; Mrk. 1:4 dan 15.  Mengapa harus dimulai dari Kel. 15:18?  Intinya bahwa pemerintahan atau kerajaan itu bersumber daripada Allah dan bahwa pemerintahan Allah itu adalah pemerintahan yang kekal selama-lamanya.  Titik yang kedua ialah Ul. 17:14-15.  Ini merupakan gambaran khusus dari pemerintahan Allah sendiri.  Kemudian titik yang ketiga ialah  1 Samuel 10:1-24.  Ini adalah bagian yang menceritakan sebuah peristiwa tentang perbuatan Allah yang besar di dalam memerintah umat-Nya yaitu bangsa Israel.  Ini juga adalah awal mula Tuhan menghendaki seorang raja diangkat atau disahkan untuk memerintah umat-Nya.  Titik yang keempat:  Yesaya 9:5-6.  Nubuat tentang kelahiran seorang Raja yang berkuasa dan lambang pemerintahan ada di atas bahu-Nya.  Ia  akan memerintah untuk selama-lamanya.  Hal inilah yang akan digenapi oleh Kristus di dalam Perjanjian Baru.  Kemudian titik yang kelima ialah   Mrk. 1:4 dan 15.  Di dalam ayat 4 menceritakan tentang kesaksian seorang rasul yaitu Yohanes untuk memberitakan bahwa kerajaan Allah sedang atau sudah datang.  Dan ayat 15 merupakan pernyataan Tuhan Yesus yang menyerukan pertobatan sebab kerajaan Allah sudah datang.  Kemudian titik yang keenam ialah Luk. 4:16-19, 21, 43.  Inilah wujud yang menyatakan kerajaan Allah.  Kerajaan Allah sedang dinyatakan di dalam diri Yesus Kristus.

a.      Keluaran 15:18
Perbuatan Allah yang besar dinyatakan oleh Musa bahwa kerajaan atau pemerintahan Allah itu adalah pemerintahan yang kekal untuk selama-lamanya.  Pemerintahan Allah yang dinyanyikan oleh Musa ini adalah pemerintahan yang tidak sama dengan pemerintahan duniawi.  Pemerintahan Allah pada hakekatnya ialah pemerintahan yang kekal untuk selama-lamanya.  Peristiwa ini ditandai dengan peristiwa tentang bagaimana TUHAN Allah membebaskan umat-Nya dari perbudakan di Mesir.  Ia membebaskan mereka dan bahkan membelah Laut Teberau.  Siapakah yang seperti Engkau, di antara para allah, ya TUHAN; siapakah seperti Engkau, mulia karena kekudusan-Mu, menakutkan karena perbuatan-Mu yang masyhur, Engkau pembuat keajaiban? Engkau mengulurkan tangan kanan-Mu; bumi pun menelan mereka. Dengan kasih setia-Mu Engkau menuntun umat yang telah Kautebus; dengan kekuatan-Mu Engkau membimbingnya ke tempat kediaman-Mu yang kudus. Bangsa-bangsa mendengarnya, mereka pun menggigil; kegentaran menghinggapi penduduk tanah Filistin.  Pada waktu itu gemparlah para kepala kaum di Edom, kedahsyatan menghinggapi orang-orang berkuasa di Moab; semua penduduk tanah Kanaan gemetar.  Ngeri dan takut menimpa mereka, karena kebesaran tangan-Mu mereka kaku seperti batu, sampai umat-Mu menyeberang, ya TUHAN, sampai umat yang Kauperoleh menyeberang.  Engkau membawa mereka dan Kaucangkokkan mereka di atas gunung milik-Mu sendiri; di tempat yang telah Kaubuat kediaman-Mu, ya TUHAN; di tempat kudus, yang didirikan tangan-Mu, ya TUHAN. TUHAN memerintah kekal selama-lamanya." (Kel. 15:11-18).

b.      Ulangan 17:14-15 
Tuhan Allah yang telah membebaskan bangsa Israel dari tanah Mesir dari tempat perbudakan itu menyatakan kehendak-Nya atau hukum-Nya tentang kerajaan atau jika bangsa Israel mengangkat seorang raja atas mereka atau yang memerintah mereka.  Sebelum bangsa Israel melakukan hal itu, Tuhan Allah yang telah membebaskan mereka telah mengetahui bahwa akan terjadi hal itu dalam sejarah kehidupan mereka.  Oleh sebab itu, Tuhan Allah memberikan hukum yang pada hakekatnya menyatakan gambaran seorang raja yang khusus dari pemerintahan Allah sendiri. 
Melalui hamba-Nya Musa, Tuhan Allah menyatakan kehendak-Nya kepada bangsa Israel dalam hal kerajaan.  Pertama-tama yang harus diperhatikan di dalam hal ini ialah bahwa raja tersebut harus seorang yang dipilih oleh Tuhan Allah; perannya sebagai seorang yang telah ditahbiskan oleh Allah merupakan hal yang paling utama.  Selanjutnya, raja itu ialah seorang yang dari keturunan bangsa Israel sendiri (ay. 15), jadi bukan keturunan dewa atau keturunan dari bangsa lain yang bisa menjadi raja yang memerintah atas bangsa Israel.  Tetapi, harus dari keturunan bangsa Israel.  Ia tidak boleh memperbanyak hak miliknya atau memiliki isteri yang banyak.  Pada masa itu, simbol kekayaan dan kehormatan ialah memiliki banyak isteri dan lain sebagainya.  Oleh sebab itu, Allah memerintahkan di dalam hukum-Nya supaya ia tidak boleh melakukan hal-hal yang seperti itu.  Akhirnya ia harus menuliskan hukum bagi dirinya sendiri sesuai dengan atau menurut kitab yang ada pada imam-imam Lewi (ay.18) dan belajar untuk takut akan TUHAN, Allah-nya, dengan berpegang pada segala hukum … supaya ia jangan tinggi hati terhadap saudara-saudaranya (Ul. 17:14-20).  Peraturan tentang kerajaan sebelumnya Tuhan Allah telah memberikan aturan atau hukum yang harus dilakukan.

c.       1 Samuel 10:1-24
Setelah Tuhan Allah menyatakan perbuatan-Nya yang besar dengan membebaskan bangsa pilihan-Nya dari perbudakan di Mesir.  Tuhan Allah menghendaki atau mengabulkan permintaan bangsa Israel untuk mengangkat seorang raja atas mereka untuk memimpin dan memerintah mereka.  Inilah awal mula kerajaan dinyatakan di dalam kehidupan umat Allah.  Dalam hal ini terlihat jelas bahwa awal mula menjadi seorang raja itu ialah seorang yang diurapi dan seorang yang dipilih oleh Tuhan Allah.
Melalui hamba-Nya Samuel, Tuhan Allah berfirman kepadanya untuk mengurapi Saul menjadi raja atas bangsa Israel yaitu bangsa pilihan Allah yang telah dibebaskan-Nya sendiri.  Tuhan menyatakan perbuatan-Nya atas umat-Nya dengan menghendaki seorang raja untuk memimpin dan memerintahkan umat-Nya perjalanan mereka menuju kepada tanah Kanaan yaitu tanah perjanjian.  Setelah Samuel mengurapi dan segala hal yang diperintahkan oleh Tuhan Allah untuk dilakukan atas Saul telah dilakukan, lalu Samuel berkata kepada seluruh bangsa Israel: “Dan Samuel berkata kepada seluruh bangsa itu: "Kamu lihatkah orang yang dipilih TUHAN itu? Sebab tidak ada seorang pun yang sama seperti dia di antara seluruh bangsa itu." Lalu bersoraklah seluruh bangsa itu, demikian: "Hidup raja!" (1 Sam. 10:1-24).

d.      Yesaya 9:5-6
Selain Tuhan Allah menyatakan hukum tentang menjadi seorang raja yang memerintah dan menghendaki seorang raja diangkat atas umat-Nya untuk memerintahkan mereka.  Tuhan Allah juga telah mempersiapkan seorang Raja yang akan berkuasa untuk selama-lamanya.  Kerajaan-Nya tidak berkesudahan, Ia akan memerintah di dalam kerajaan-Nya yang kekal.  Bahwa Tuhan Allah akan memberikan seorang raja yang memerintah umat-Nya untuk hidup selama-lamanya.  Hal ini dinyatakan oleh Tuhan Allah kepada nabi Yesaya melalui nubuatan bahwa suatu kelak Ia akan memerintah sebagai Raja yang tidak berkesudahan.  Lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai.  Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya, karena ia mendasarkan dan mengokohkannya dengan keadilan dan kebenaran dari sekarang sampai selama-lamanya. Kecemburuan TUHAN semesta alam akan melakukan hal ini” (Yes. 9:5-6).  Hal ini akan digenapi oleh Kristus Sang melalui kelahiran-Nya di dalam dunia ini.  Dialah yang mewujudkan di dalam diri-Nya dan Dialah Raja yang telah datang untuk memerintah sekarang dan yang akan digenapi nanti pada waktu kedatangan-Nya yang kedua kali.  Dialah Kepala yang memimpin Kerajaan dan memerintah untuk selama-lamanya.
e.       Markus 1:4 dan 15
Tuhan Allah yang telah berfirman dan yang telah menjanjikan di dalam sejarah nubuatan dalam Perjanjian Lama telah menyatakan-Nya di dalam diri Anak-Nya Yesus Kristus.  Melalui hamba-Nya rasul Yohanes, Tuhan Allah menyatakan bahwa, "Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu."  Berita pertobatan ini yang dikumandangkan oleh rasul Yohanes merupakan berita atau perintah dari Sang Kerajaan Allah yang sedang datang di tengah-tengah umat Tuhan pada saat itu.  Kerajaan Allah itu sudah datang ditengah – tengah mereka.  Di dalam ayat 15 Tuhan Yesus sendiri menyatakan dengan jelas kata-Nya: "Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!"  Kerajaan yang telah dinubuatkan di dalam Perjanjian Lama telah datang di tengah – tengah umat Tuhan untuk memerintah mereka selama-lamanya sebagai anak – anak Allah yang hidup.  Hal ini terwujud dengan jelas dalam diri Anak Allah yang diutus-Nya yaitu Yesus Kristus.  Di dalam diri-Nyalah Kerajaan Allah atau pemerintahan Allah dipulihkan dan disempurnakan.
f.       Lukas 4:16-19, 21
Perbuatan Allah yang besar di dalam memerintah umat-Nya telah dinyatakan di dalam kelahiran Sang Raja yaitu Yesus Kristus.  Di dalam Lukas ini Ia menyatakan bahwa Kerajaan Allah itu sudah datang.  Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab.  Kepada-Nya diberikan kitab nabi Yesaya dan setelah dibuka-Nya, Ia menemukan nas, di mana ada tertulis: "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang."  Lalu Ia memulai mengajar mereka, kata-Nya: "Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya."
Karya Allah yang begitu besar telah dinyatakan sebagaimana sebelumnya dijanjikan oleh Allah di dalam Perjanjian Lama dan yang telah dinubuatkan oleh para nabi.  Yesus Sang Mesias yang telah dijanjikan di dalam Perjanjian Lama adalah klaim dari Kerajaan Allah dan bahwa Pemerintahan Allah sesungguhnya berada dalam proses realisasi dalam kedatangan-Nya.  Dia adalah Pribadi yang memproklamasikan bahwa  saat perkabungan kini sudah berakhir, “mempelai laki-laki” telah tiba – Kerajaan Sorga sudah “dekat”, dalam dan melalui diri Yesus Sang Mesias sendiri.  Pemerintahan Allah telah dianugerahkan dalam Yesus Kristus Sang Mesias, tetapi penggenapan-Nya secara sempurna tetap merupakan peristiwa di masa yang akan datang.  Dialah Raja yang telah datang dan yang telah dijanjikan di dalam Perjanjian Lama.  Dialah yang akan mempimpin dan memerintah kerajaan Allah yang telah dinyatakan di dalam diri-Nya dan yang akan digenapi secara sempurna nantinya pada waktu kedatangan-nya yang kedua kali.  Ia berkata “Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya”.  Raja yang dijanjikan sudah datang untuk memerintah dan akan datang untuk menggenapinya secara sempurna pada waktu kedatangan-Nya.
2.      Dalam Sejarah Perkembangan Penyataan Allah (Historia Revelations)
Dalam penelitian ini, penulis juga akan meneliti tentang sejarah perkembangan penyataan dan perbuatan Allah yang besar di dalam kehidupan umat-Nya.  Penulis akan mencoba meneliti mulai dari zaman Adam sampai kepada zaman Perjanjian Baru, terkait dengan Kerajaan Allah atau Pemerintahan Allah atas umat-Nya.

1.      Zaman Adam
Adam dan Hawa adalah manusia yang pertama kali diciptakan oleh Tuhan Allah menurut gambar dan rupa Allah.  Adam diciptakan pertama sekali setalah itu Allah juga menciptakan penolong yang sepadan dengan dia yaitu Hawa.  Mereka diciptakan menurut gambar dan rupa Allah dalam arti bahwa mereka diciptakan di dalam kekudusan, dalam kebenaran, dalam kesucian dan kesempuraan serta mewarisi sebagian sifat-sifat Allah.  Di antara seluruh ciptaan Allah dari hari pertama sampai hari keenam, Alkitab mencatat bahwa hanya manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah dan bahkan di dalam sepanjang sejarah tidak pernah ada manusia yang sama dengan mereka.  Mereka hidup di dalam keagungan dan kemuliaan serta persekutuan yang intim dengan Tuhan Allah. 
Secara tersirat sesungguhnya mereka memiliki tiga jabatan sebelum kejatuhan di dalam dosa yaitu: Pertama: mereka diciptakan untuk menjadi nabi yaitu mereka menyatakan kehendak Tuhan Allah di dalam kehidupan mereka dan bahkan mereka bercakap – cakap secara langsung dengan Tuhan  Allah.  Kedua: mereka diciptakan untuk menjadi imam yaitu mereka mempersembahkan diri mereka sepenuhnya kepada Tuhan Allah sebagai persembahan yang tak bercata di hadapan Tuhan Allah.  Ketiga: mereka juga diciptakan untuk menjadi raja yaitu memerintah atas seluruh ciptaan Allah yang lain.  Dan bahkan Tuhan Allah sendiri telah memberikan kuasa untuk menguasai seluruh bumi dan seluruh isinya.  Tetapi, seluruh fungsi ini telah dihancurkan oleh manusia itu sendiri melalui ketidaktaatan mereka pada perintah Allah.  Yang sesungguhnya merekalah yang mewujudkan pemerintah Allah atas seluruh ciptaan untuk selama-lamanya.  Tetapi, ketidaktaatan sehingga mereka jatuh di dalam dosa semuanya menjadi kacau dan rusak total.
Setelah kejatuhan Adam dan Hawa di dalam dosa, hubungan antara manusia dengan Allah dan seluruh ciptaan Allah yang lain menjadi rusak total.  Setelah peristiwa ketidaktaatan Adam dan Hawa kepada Allah ini, Tuhan Allah kembali mengadakan perjanjian yaitu perjanjian anugerah di dalam Yesus Kristus untuk membebaskan umat-Nya dari kuasa dosa dan memberi hidup yang kekal serta menegakkan kembali kerajan-Nya untuk memerintah seluruh umat-Nya untuk selama-lamanya.
Peristiwa ini menandai bahwa pada zaman Adam dan Hawa, setelah mereka jatuh di dalam dosa, Tuhan Allah tetap mengasihi mereka dan menjadikan bahwa dari keturunan Adam dan Hawa akan lahir Seorang  yang berkuasa untuk meremukkan kepala si ular dan menaklukkan iblis, serta mengalahkan kuasa dosa yaitu maut.   Selain itu, keturunan ini juga akan memberikan kehidupan yang kekal serta memulihkan gambar Allah dalam diri manusia dan pada akhirnya, Ia akan memerintah dalam kerajaan-Nya yang tidak berkesudahan. 
2.      Zaman Abraham
Pada zaman Abraham Allah memanggil Abram dari negerinya untuk dijadikan menjadi bangsa yang besar oleh Tuhan Allah.  Pada waktu itu, Tuhan Allah menyuruh Abram untuk meninggalkan negerinya dan meninggalkan segala bentuk di dalam keluarganya dan Tuhan Allah menyuruhnya untuk memasuki sebuah negeri yang ditunjukkan oleh Tuhan Allah sendiri (Kej. 12:1-2).  Tuhan Allah berfiman bahwa Abram akan menjadi bangsa yang besar.  Perintah ini dilakukan dengan setia oleh Abram.  Tuhan Allah mengikat perjanjian dengan Abraham bahwa keturunannya akan menjadi bangsa yang besar.  Perjanjian ini ditandai dengan sunat.  Bahwa setiap orang dari keturunannya harus disunat sebagai tanda bahwa mereka adalah keturunan Abraham. 
Perbuatan Allah yang besar ini ditandai dengan sebuah janji.  Di dalam janji itu juga terkandung bahwa akan ada seorang raja yang akan memimpin bangsa dari keturunan Abraham tersebut.  Allah berjanji bahwa keturunan Abraham akan menjadi bangsa yang besar dan juga dari keturunan Abraham itu juga akan muncul seorang raja yang akan memimpin dan memerintah atas bangsa-bangsa dari keturunan Abraham tersebut.  Tuhan berjanji demikian: “Aku akan membuat engkau beranak cucu sangat banyak; engkau akan Kubuat menjadi bangsa-bangsa, dan dari padamu akan berasal raja-raja”.  Perbuatan Allah yang telah dijanjikannya kepada Abraham telah digenapi di dalam pemilihan bangsa Israel sebagai bangsa yang besar, bangsa yang telah dipilih oleh Tuhan Allah menjadi umat-Nya.  Dilihat dari silsilah ini, Kristus pun juga adalah keturunan dari Abraham.  Dialah raja yang dijanjikan oleh Allah kepada Abraham.
Selanjutnya Yehuda dari keturunan Abraham ini dijanjikan bahwa tongkat kerajaan tidak akan beranjak dari Yehuda “sampai Ia datang yang berhak atasnya”.  Kerajaan ini menunjuk kepada Dia yang akan datang dan yang lebih berhak, lebih berkuasa di dalam memerintah kerajaan yang kepada-Nya akan takluk bangsa – bangsa (Kej. 49:10).  Hal ini akan menandai kedatangan Kristus sebagai Raja yang berhak memerintah atas seluruh bangsa di muka bumi ini.

3.      Zaman Daud
Tuhan Allah telah menjadikan kepada hamba-Nya Daud bahwa keturunan dari keluarganya bahwa kerajaannya akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapan Tuhan dan juga takhtanya akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapan Tuhan Allah (2 Sam. 7:16; 1 Taw. 17:14).  Peristiwa ini menandai akan kedatangan Kristus sebagai Raja yang akan memimpin dan memerintah, dan yang kerajaan-Nya kokoh untuk selama-lamanya.  Seperti yang disampaikan oleh Malaikat Gabriel kepada Maria sebelum Yesus lahir ke dalam dunia bahwa “Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan." (Luk. 1:32-33).  Peristiwa perbuatan Allah yang mula-mula dinyatakan kepada Daud telah tergenapi di diri Yesus Kristus sebagai Raja yang berkuasa dan yang akan memerintah untuk selama-lamanya dan kerajaan-Nya ini tidak akan berkesudahan.  Kerajaan-Nya akan kokoh kekal untuk selama-lamanya.  Kristuslah adalah keturunan Daud dan di dalam Dialah kerajaan itu tergenapi dan yang akan disempurnakan.

4.      Zaman Yesaya
Melalui nabi Yesaya Tuhan Allah menyatakan bahwa akan lahir seorang Raja.  Ia dilahirkan oleh seorang anak dara, dan Ia diberi nama Imanuel (Yes. 7:14; Mat. 1:23).  “Lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan nama-Nya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai.  Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya, karena ia mendasarkan dan mengokohkannya dengan keadilan dan kebenaran dari sekarang sampai selama-lamanya”. (Yes. 9:5-6).  Hal ini menandai tentang kedatangan Kristus sebagai Raja.  Dia adalah Raja Damai yang memerintah dalam keadilan dan kebenaran-Nya sehingga kerajaan-Nya tidak berkesudahan. 



5.      Zaman Tuhan Yesus
Pemberitaan atas Kerajaan Allah dinyatakan oleh Tuhan Yesus sendiri di awal pelayanan-Nya.  Di dalam awal mula pelayanan Tuhan Yesus dimulai dengan pemberitaan atas Kerajaan Allah, “kata-Nya: "Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!" (Mrk. 1:15).  Hal ini menandakan bahwa seluruh nubuat dan janji Allah di dalam Perjanjian Lama genap di dalam diri-Nya ketika Ia membaca Kitab Yesaya dan bahwa nubuat itu telah genap setelah Ia membacakannya.  Roh Tuhan ada pada-Nya, Ia adalah telah diurapi, Ia memberikan pembebasan, Ia memberikan penglihatan, Ia memberitakan tahun rahmat Tuhan (Luk. 4:16-19).  Semua janji Allah serta nubuat tentang seorang raja, telah digenapi ketika Kristus berkata "Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya." (Luk. 4:21).











D.    Eksegese / Tafsiran (Historis - Kristologis) Injil Matius 6:33
Seluruh peristiwa – peristiwa perbuatan Allah di dalam sepanjang sejarah Alkitab baik di dalam Perjanjian Lama yang menyangkut janji dan nubuat maupun Perjanjian Baru yang menyatakan tahun rahmat Tuhan berpusat kepada Kristus Sang Mesias Anak Allah Yang hidup.  Langkah ini akan menuntun penulis untuk mencari dan menentukan Kristus di dalam teks yang hendak ditafsir.  Dengan kata lain, peneliti akan mencari jawaban atas pertanyaan: dengan cara apakah teks yang hendak ditafsirkan itu berhubungan dengan keselamatan yang telah dikerjakan oleh Yesus Kristus Sang Mesias itu?
Di dalam pengajaran Tuhan Yesus tentang Kerajaan Allah ini akan menunjuk kepada dua pengertian yaitu kerajaan Allah yang berbicara tentang pemerintahan Allah dan kerajaan Allah yang berbicara tentang petunjuk di dalam kehidupan manusia untuk mencari kerajaan Allah itu sendiri.  Jadi, kerajaan Allah yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus ialah Kerajaan Allah yang telah memerintah dan yang akan dinyatakan secara sempurna di masa yang akan datang dan kerajaan itu juga menunjuk kepada petunjuk bagi umat Allah untuk mencari kerajaan Allah itu yang di mana telah dinyatakan kepada manusia melalui Kristus Sang Mesias yang telah lahir dan yang telah menyatakan kerajaan-Nya di tengah – tengah umat-Nya.




Dilihat dari konteks nast dalam pengajaran Tuhan Yesus ini yang merupakan satu kesatuan dengan seluruh pengajaran-Nya di atas bukit, ayat ini pada hakekatnya merupakan kontras dari seluruh kekuatiran manusia.  Manusia lebih mementingkan kebutuhan jasmani mereka, tetapi Tuhan Yesus mengajarkan, “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah…”.  Untuk memahami nast ini lebih dalam maka kita akan melihat di dalam bentuk gramatikalnya.
Di dalam ayat 25 Tuhan Yesus pertama-tama menyatakan bahwa “karena itu janganlah kamu kuatir akan hidupmu”.  Kata hidup dapat diartikan sesuai dengan bahasa aslinya yang diterjemahkan ψυχη (psuche) yang artinya ialah nyawa.  Apakah nyawa membutuhkan makan dan minum?  Kepuasaan jiwa hanya didapatkan di dalam Kerajaan Allah dan Kebenaran Allah.
Kata “tetapi” merupakan kata konjungsi atau partikel konjungtif.  Dalam bahasa aslinya diterjemahkan δε (de) artinya tetapi, maka.  Dari kasus kata ini dapat dipahami bahwa maksud konjungsi atau partikel konjungtif ialah untuk menyatakan tentang suatu hubungan antara peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelumnya dan juga peristiwa-peristiwa yang terjadi selanjutnya, yang pada hekakatnya dilihat dari konteks nast ini bertentangan atau kontras.  Jika dilihat dari konteks nast ini maka peristiwa – peristiwa yang terjadi sebelumnya itu ialah peristiwa tentang pengajaran Tuhan Yesus yaitu mengenai “hal kekuatiran”.  Sebelumnya Tuhan Yesus mengajarkan seperti apa, bagaimana dan mengapa manusia kuatir yang semuanya itu dilakukan oleh karena mereka tidak mengenal Allah (ay. 32).  Selanjutnya, setelah Tuhan Yesus mengajarkan tentang hal kekuatiran itu, Ia melanjutkan pengajaran-Nya yaitu “tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah”.  Hal inilah yang bertentangan dengan peristiwa – peristiwa di dalam pengajaran Tuhan Yesus sebelumnya.  Orang – orang banyak pada saat itu dan manusia juga pada umumnya sering kuatir akan hidup mereka dan seringkali mementingkan hal – hal dunia atau kebutuhan mereka.  Tetapi, Tuhan Yesus mengajarkan bahwa bukanlah hal yang itu yang menjadi pusat utama yang perlu dicari di dalam kehidupan mereka.  Tetapi, yang paling utama yang perlu untuk dicari di dalam kehidupan ini ialah Kerajaan Allah dan kebenarannya.  Tuhan Yesus sudah menjelaskan secara mendalam dari ayat – ayat sebelumnya bahwa kekuatiran itu tidak menambah sehasta dan bahkan kekuatiran itu adalah tindakan dari orang – orang yang tidak mengenal Allah.  Oleh sebab itu semua, Tuhan Yesus memberikan satu pengajaran yaitu mencari dahulu Kerajaan Allah.  Dalam arti bahwa Tuhan Yesus mengajarkan bahwa hal kekuatiran itu adalah hal yang tidak membawa kepada kehidupan, tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya.
Selanjutnya kata “carilah” dalam bahasa Yunaninya diterjemahkan ζητειτε (zeteite)  artinya mencari, menunggu, memeriksa, menanyakan, berusaha.  Kata ini merupakan kata kerja, orang ke-2 Jamak, kalanya – kini, voice aktif, modus – imperatif.  Makna voice aktif pada kata tersebut menunjukkan tentang suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan secara terus menerus dari pihak yang diperintahkan.  Tuhan Yesus memerintahkan orang banyak pada saat itu untuk mencari berarti secara harafiah dengan diri mereka sendiri mereka harus mencari Kerajaan Allah dan bukan kuatir akan hal – hal yang disebutkan dari ayat – ayat sebelumnya itu. 
Kata “πρωτον” (proton) diterjemahkan oleh LAI “dahulu”.  Kata ini juga memiliki arti yang lain yaitu pertama-tama; terutama; pertama kali.  Hal inilah yang harus diutamakan atau yang pertama-tama menjadi sentral dalam hidup orang – orang percaya untuk dicari yaitu mengenai hal – hal yang di atas (mendahulukan Kerajaan Allah dan Kebenarannya).  
Kata “βασιλειαν του θεου” (basileian tou Theou) diterjemahkan oleh LAI “Kerajaan Allah”.  Inilah pertama-tama yang dicari oleh orang – orang yang percaya sesungguhnya dan bukan hal – hal duniawi atau mengenai kekuatiran atas makan dan minum setiap hari.  Tetapi yang paling utama ialah Kerajaan Allah ini.
Kata “δικαιοσυνην” (dikaiosunen) diterjemahkan oleh LAI kebenarannya.  Kata ini juga bisa diterjemahkan keadilan.  Dalam terjemahan LAI kurang tepat dengan menerjemahkan “Kerajaan Allah dan keadilannya”, yang kelihatannya menunjuk kepada keadilan kerajaan Allah itu, tetapi terjemahan lebih tepat ialah “Kerajaan Allah dan Kebenaran-Nya” yaitu menuju kepada kebenaran atau keadilan Allah.
Jadi, berdasarkan hasil dari pengertian nast tersebut di atas sesuai dengan gramatikalnya, maka dapat dikatakan bahwa perintah Tuhan Yesus di dalam Matius 6:33 ini ialah perintah yang paling sentral dalam hidup manusia, di mana perintah itu harus dilakukan secara terus menerus.  Tuhan Yesus mengajarkan carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.  Jadi yang menjadi pusat dari kegiatan atau perbuatan orang – orang percaya yang paling utama ialah mencari dahulu kerajaan Allah.  Kenapa harus mencari Kerajaan Allah dan Kebenaran Allah? Ada apa dengan Kerajaan Allah dan Kebenaran Allah tersebut?
Pertama – tama yang harus diperhatikan di dalam hal ini bahwa Kerajaan Allah di dalam nats ini memiliki dua pengertian yaitu mengenai pemerintahan Allah yang telah dinyatakan kepada manusia melalui kedatangan Kristus dan juga Kerajaan Allah yang menjadi petunjuk sebagaimana Kristus sendiri memberikan perintah untuk mencari Kerajaan Allah itu dan kebenaran-Nya.  Kerajaan Allah dan kebenaran Allah adalah pemberian Tuhan Allah kepada manusia.  Ia yang mendatangkan Kerajaan itu dan Ia yang memberikan kebenaran-Nya.  Mencari Kerajaan Allah dan Kebenaran-Nya secara harafiah dapat diartikan yaitu berusaha untuk menjadi warga Kerajaan Allah dan berusaha untuk menerima serta mewujudkan kebenaran-Nya.  Hal inilah yang perlu dan yang menjadi tujuan utama setiap manusia dan bukan mementingkan hal – hal duniawi.  Orang – orang percaya harus mencari, merindukan dan mengutamakan hal mengenai Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya.  Matthew Henry menyatakan bahwa:
Kewajiban kita adalah mencari, merindukan, mengejar, dan mengarah kepada hal – hal ini: Pertama: Kerajaan Allah dan Kebenaran-Nya. Kita harus ingat bahwa sorga adalah tujuan akhir kita dan kekudusan adalah jalannya.  “Carilah penghiburan yang berasal dari kerajaan anugerah dan kemuliaan-Nya sebagai satu – satunya yang membawa kebahagiaan bagimu. Arahkanlah tujuanmu ke Kerajaan Sorga, berjuanglah untuk menggapainya, bertekunlah sampai hatimu yakin, dan teguhkanlah hatimu supaya kamu tidak gagal.  Carilah kemuliaan, kehormatan, dan kekekalan ini.  Pilihlah sorga dan berkat – berkat sorgawi melebihi dunia dan kesenangan – kesenangan duniawi”.  Kedua: dengan kebahagiaan dari Kerajaan ini, carilah kebenaran-Nya, yaitu Kebenaran Allah, kebenaran yang dikehendaki-Nya untuk dikerjakan di dalam diri kita, dan dikerjakan oleh kita dengan sedemikian rupa supaya kebenaran kita melebihi kebenaran ahli-ahli Taurat dan orang – orang Farisi.[17]

Kerajaan Allah dan Kebenaran Allah merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.  Di dalam pengajaran Tuhan Yesus ini dengan sengaja menyatakan bahwa yang perlu dan yang paling utama harus dicari oleh manusia secara umum dan orang – orang percaya secara khusus adalah Kerajaan Allah dan juga Kebenaran Allah.  Kerajaan Allah berbicara tentang akhir atau tujuan utama dari orang – orang percaya.  Oleh sebab itu, Yesus mengajarkan bahwa tujuan utama setiap manusia itu sesungguhnya ialah masuk kepada Kerajaan itu dan bukan dengan hal-hal duniawi, bukan soal makan dan minum yang hanya sementara itu, tetapi Kerajaan Allah yang dipenuhi dengan kedamaian serta kebahagiaan yang kekal itu.  Kerajaan Allah inilah yang harus menjadi setiap tujuan utama orang – orang percaya secara khusus.  Pengajaran Tuhan Yesus lebih menunjuk kepada pengajaran yang menjadi akhir hidup manusia.  Inilah tujuan dan akhir hidup manusia itu yaitu masuk ke dalam Kerajaan Allah.  Dan kebenaran Allah berbicara tentang kebenaran Allah yang telah dinyatakan-Nya sendiri dan kebenaran itu harus dilakukan di dalam diri setiap manusia.  J.L. Ch. Abineno menyatakan bahwa:
Apa itu Kerajaan Allah? Kerajaan Allah adalah suatu realitas masa depan, yang telah mulai nampak pada waktu ini.  Sesuai dengan itu maksudnya: sesuai dengan kenyataan, bahwa kerajaan Allah adalah pertama-tama suatu realitas masa depan – hidup murid-murid (jemaat) sebagai orang – orang percaya harus mereka tujukan ke situ.  Tetapi, pada saat mereka melakukan hal itu, Kerajaan Allah – atau mungkin lebih jelas: Pemerintahan Allah – datang di tengah-tengah mereka dan menguasai mereka.  Artinya membuat mereka menjadi warga Kerajaan Allah.  Kerajaan itu datang dengan keadilan-Nya dan keadilan Allah ini adalah keadilan yang membebaskan manusia dari kuasa Mamon (harta milik, nama dll) dan dari kekuatiran terhadap hidup pada waktu ini dan pada waktu yang akan datang.[18]

Kerajaan Allah sudah datang dan diam di tengah – tengah umat-Nya di dalam diri Yesus Kristus.  Di dalam diri-Nyalah Kerajaan Allah yang telah dijanjikan oleh Tuhan Allah dari Perjanjian Lama.  Oleh sebab itu, umat-Nya harus mencari-Nya sebab hal itulah yang akan memberikan kedamaian serta kebahagian yang kekal.  Sebab Kerajaan Allah itu bukan kerajaan duniawi yang hanya sementara, tetapi Kerajaan Allah yang kekal selama-lamanya.  Itulah sebabnya Tuhan Yesus di dalam pengajaran-Nya dengan begitu tegas bahwa Kerajaan Allah sudah datang dan hal itulah yang harus menjadi prioritas utama untuk dicari dan bukan soal makan dan minum.
Tuhan Yesus mengajarkan “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan Kebenaran-Nya”.  Yang dimaksudkan di sini tentu bukan tempat atau wilawah tentang di mana Kerajaan Allah itu.  Tetapi yang dimaksudkan di sini ialah bahwa Kerajaan Allah itu sudah dinyatakan kepada dunia dan telah hadir di dalam dunia, serta hadir di tengah – tengah umat-Nya, maka mereka harus mencari-Nya.  John Stott menyatakan bahwa:
Mencari dahulu Kerajaan Allah. Yang dimaksudkan di sini tentu bukan ‘wilayah’, melainkan kedaulatan Allah.  Namun, jika Yesus berbicara tentang Kerajaan Allah, maka kedaulatan ini bukan kedaulatan Allah secara umum atas alam dan sejarah.  Tetapi, Kedaulatan Allah dalam diri umat-Nya sendiri, yang awal pemberlakuan-Nya sudah diresmikan Allah sendiri.  Itu mulai berlaku dalam kehidupan seseorang apabila ia merendahkan diri, bertobat, percaya, menyerahkan dirinya kepada Allah dan dilahirkan kembali.[19]

Tuhan Allah telah menyatakan Kerajaan-Nya ke dalam dunia melalui kelahiran Anak-Nya yang Tunggal yaitu Yesus Kristus.  Oleh sebab itulah Tuhan Yesus sendiri mengajarkan orang banyak pada saat itu untuk mencari dan merindukan kerajaan itu.  Hal ini memang benar, sebab sepanjang sejarah Perjanjian Lama tidak pernah Allah memberikan perintah kepada umat-Nya untuk mencari Kerajaan Allah ini.  Tuhan Allah di sepanjang sejarah sebelum kedatangan Kristus, Ia hanya berfirman bahwa Ia akan menyatakan Kerajaan-Nya ke dalam dunia.  Dan setelah tiba waktu-Nya, Ia mengutus Anak-Nya yang Tunggal untuk menyatakan Kerajaan-Nya ke dalam dunia di dalam diri Yesus Kristus.  Itulah sebabnya, Kristus mengajarkan umat-Nya bahwa Kerajaan Allah itu sudah datang dan ada di tengah – tengah mereka.  Oleh karena keselamatan telah dinyatakan kepada umat Allah melalui Kristus dan mereka telah diselamatkan melalui pengorbanan Kristus maka mereka berhak dan mampu mencari Kerajaan Allah dan Kebenaran Allah di dalam Yesus Kristus itu sendiri.  Tentu saja orang yang mencari Kerajaan Allah ini adalah mereka yang telah bertobat dan percaya kepada Kristus sebagai Raja yang telah datang membebaskan umat-Nya dari segala penderitaan dari dosa-dosa mereka.
Jadi, Kerajaan Allah dan Kebenaran-Nya pertama – tama menunjuk kepada tujuan utama dalam kehidupan orang – orang percaya.  Selain itu, Kerajaan Allah dan Kebanaran-Nya juga menunjuk kepada tindakan atau perbuatan orang – orang percaya untuk mencari-Nya, supaya hal itu nyata di dalam kehidupan umat-Nya.  Dengan kata lain, supaya Kerajaan Allah dan kebanaran-Nya menjadi hal yang utama dalam kehidupan mereka.  J. J. de Heer menyatakan bahwa, “Dalam hal ini, Tuhan Yesus mengikuti urutan dari “Doa Bapa Kami”, yang di dalamnya Ia mengajarkan kita untuk berdoa dahulu, supaya Kerajaan Allah datang dan kehendak Allah dilakukan, dan baru setelah itu, supaya makanan diberi kepada kita”.  Dan ‘mencari Kerajaan Allah dan Kebenaran-Nya’ ialah mencari untuk menjadi taat kepada Allah.[20]  Kerajaan Allah sudah datang dan berada di tengah – tengah umat-Nya.  Oleh sebab itu, mereka harus lebih taat kepada Kerajaan itu sebab telah hadir di tengah – tengah mereka untuk menyelamatkan mereka dari dosa – dosa mereka.  Dalam “Doa Bapa Kami” Tuhan Yesus mengajar dengan hal yang pertama – tama yaitu “… datanglah Kerajaan-Mu…”  Kerajaan Allah inilah yang harus menjadi hal yang utama dari hidup orang – orang percaya.
Apakah hal – hal mengenai kebutuhan pada umumnya tidak diperlukan oleh manusia? Apakah cukup hanya dengan mencari Kerajaan Allah saja?  Di dalam nast ini ternyata tidak!  Tuhan Yesus di dalam pengajaran-Nya, Ia menyatakan bahwa, “Carilah dahulu kerajaan Allah dan Kebenaran-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu”.  Tenyata ada janji mulia yang diberikan kepada umat-Nya bahwa ketika mereka telah mencari Kerajaan Allah dan Kebenaran-Nya maka segala hal yang menjadi kebutuhan mereka akan diberikan atau dicukupkan kepada mereka.
Kata “Maka semuanya itu”Terjemahan yang lebih tepat ialah “Semuanya ini” bukan “semuanya itu”.  Semuanya ini menunjukkan dalam kekuasaan Tuhan.  Semuanya ini lebih tepat untuk diterjemahkan karena menunjuk kepada jangkauan.  Hal ini menunjuk kepada Tuhan Yesus di dalam kekuasaan-Nya yang semuanya akan ditambahkan yaitu mengenai soal makan dan minum.
Kata “προστεθησεται” (prostethesetai) diterjemahkan oleh LAI “ditambahkan”.  Kata ini dapat juga diterjemahkan menambahkan, bertambah.  Analisis kata “προστεθησεται” (prostethesetai) secara gramatikal ditulis dalam bentuk kata kerja, orang ketiga tunggal, Kala  - Future, Voice-Pasif,                      Modus-Indicatif.  Makna kala – future ialah untuk menyatakan suatu perbuatan atau tindakan Allah di dalam memelihara umat-Nya dengan mencukupkan segala sesuatu yang mereka butuhkan secara terus menerus.  Dan makna voice – pasif adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh Tuhan Allah secara aktif atas umat-Nya dan yang diterima oleh umat-Nya secara pasif.  Jadi segala sesuatu ditambahkan oleh Tuhan  Allah kepada umat-Nya secara terus menerus dengan anugerah-Nya.  Dalam arti bahwa Tuhan Allah yang lebih aktif di dalam memberikan segala sesuatu kepada umat-Nya yang mencari Kerajaan-Nya dan kenaran-Nya.  Hal ini memang sungguh terjadi, sebab tidak mungkin orang yang mencari Kerajaan Allah dan Kebenaran-Nya akan menjadi sia-sia.  Matthew Henry menyatakan bahwa:
Janji Mulia ditambahkan; semuanya itu, kebutuhan – kebutuhan hidup yang perlu, akan ditambahkan kepadamu, akan diberikan dengan berlimpah.  Demikianlah yang diberikan sebagai tambahan.  Engkau akan mendapatkan apa yang kaucari, Kerajaan Allah dan Kebenaran-Nya, sebab tidak pernah ada orang yang mencarinya dengan sia-sia jika dia mencari dengan sungguh-sungguh.  Di samping itu, engkau akan mendapatkan makanan dan pakaian, dengan berlebih, seperti orang yang membeli barang mendapatkan kertas dan tali pembungkusnya sekaligus.[21]

Inilah janji Allah yang pada hakekatnya selalu ditepati, seperti Ia menjadikan kedatangan Kristus ke dalam dunia untuk menyelamatkan umat-Nya demikian juga janji-Nya bahwa setiap orang yang mencari Kerajaan-Nya dan Kebenaran-Nya akan ditambahkan segala hal sesuai dengan kebutuhan mereka.  Tidak ada umat Tuhan yang sungguh-sungguh percata kepada Tuhan yang diceritakan di dalam sepanjang Alkitab baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru yang mati kelaparan serta menjadi pengemis.  Tuhan selalu mencukupkan segala kebutuhan umat-Nya di mana pun mereka berada dan bahkan di Padang Gurun pun Tuhan Allah memberikan makanan daging bagi umat-Nya (Bil. 11:31).
Inilah yang hendak diajarkan oleh Tuhan Yesus kepada orang – orang banyak pada saat itu bahwa hal yang paling utama itu ialah mencari Kerajaan Allah dan Kebenaran-Nya maka semua kebutuhan yang dicari oleh bangsa – bangsa yang tidak mengenal Allah itu akan ditambahkan atau diberikan sesuai dengan kebutuhan mereka.  Dalam pengajaran Tuhan Yesus terlihat jelas bahwa kekuatiran itu tidak akan menambah sehasta dalam hidup mereka.  Oleh sebab itu, tidak artinya untuk kuatir akan makan dan minum yang dibutuhkan.  Dalam hal ini, pengajaran Tuhan Yesus Sang Raja itu juga memperlihatkan bahwa hanya Dia yang bisa mengalahkan kekuatiran dan bahwa Ia sanggup memelihara umat-Nya.  Sinclair B. Ferguson menyatakan bahwa:
Kekuatiran tidak akan pernah dapat diatasi dengan cara mendapatkan sesuatu lebih daripada sebelumnya.  Kekuatiran hanya dapat diatasi dengan adanya keyakinan akan pemeliharaan Sang Raja.  Karena itulah, kerinduan kita yang paling utama seharusnya adalah hidup di bawah otoritas Allah sebagai Raja, serta mengusahakan pelebaran Kerajaan-Nya dengan segala daya upaya yang memungkinkan, baik secara moral, sosial, maupun geografis; juga secara pribadi, batiniah, maupun rohaniah.  Ketika kita memusatkan hati kita kepada kebenaran-Nya yang melingkupi seluruh hidup kita, kita akan memiliki prioritas yang tersusun sedemikian rupa, hingga kemudian kita dapat menemukan dua kebenaran sebagai berikut: Yang pertama: semua kebutuhan kita akan dipenuhi-Nya.  Ia belum pernah mengabaikan seorang pun dari anak-anak-Nya.  Kedua: banyak hal yang tadinya kita pikir kita butuhkan, ternyata kemudian kita sadari tidak benar-benar kita butuhkan, dan bahkan tidak lagi kita inginkan.  Akhirnya sebagai ganti kekuatiran, kita menemukan suatu kepenuhan hidup.[22]

Dari pengajaran Tuhan Yesus ini sesungguhnya mempunyai satu tujuan yang paling dalam yaitu tercapainya kepenuhan hidup yang berbahagia.  Tuhan Yesus mengajarkan bahwa kekuatiran itu tidak menambah sehasta pada hidup mereka dan bahkan kekuatiran adalah perbuatan bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah.  Tetapi, carilah dahulu Kerajaan Allah dan Kebenaran-Nya sebab dengan mencari dan merindukan-Nya, maka Ia akan mencukupkan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh umat-Nya.  Hidup sebagai anak-anak Kerajaan-Nya lebih berbahagia dibandingkan dengan hidup duniawi yang selalu mementingkan keinginan sendiri.  Dunia tidak memberikan kecukupan dan kebahagiaan kepada manusia, itulah sebabnya Kristus datang ke dalam dunia untuk membebaskan umat-Nya dari segala perbudakan dosa.  Inilah salah satu pusat utama pengajaran Tuhan Yesus di atas bukit yaitu mencari Kerajaan Allah dan Kebenaran-Nya jauh lebih berbahagia.  Tujuannya ialah supaya umat-Nya tidak hidup seperti orang – orang yang tidak mengenal Allah.  Tetapi, umat-Nya hidup sebagai orang – orang yang sudah diselamatkan melalui pengorbanan-Nya sendiri dan anak-anak-Nya akan hidup di dalam sebagai anak-anak kerajaan.  “Di sini Tuhan Yesus meminta kepada kita, supaya kita hidup sebagai anak-anak kerajaan dan supaya dalam segala hal dan kesukaran kita mengarahkan hidup kita kepada kebenaran Kerajaan Allah”.[23]  Kerajaan sudah datang dan telah dinyatakan di dalam dunia dan yang akan segera disempurnakan melalui kedatangan Kristus yang kedua kali.  Umat-Nya akan hidup di dalam Kerajaan ini, dan Dia akan menjadi Raja atas umat-Nya yang memerintah untuk selama-lamanya.
Jadi, mencari Kerajaan Allah merupakan petunjuk yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus Kristus kepada setiap umat yang percaya kepada-Nya.  Mencari dahulu Kerajaan Allah sama artinya dengan mementingkan Tuhan Allah terlebih dahulu dibandingkan dengan hal – hal yang lain.  Tuhan Allah-lah yang menjadi pokok utama di dalam setiap hidup orang – orang percaya sebab Dia telah menyatakan Kerajaan-Nya di dalam diri Anak-Nya yaitu Yesus Kristus Sang Pengantara.  Seluruh tindakan dan perbuatan orang – orang percaya harus didasarkan atas perintah yang telah diperintahkan oleh Tuhan Yesus sendiri yaitu “carilah dahulu Kerajaan Allah dan Kebenaran Allah”. AMIN!






DAFTAR PUSTAKA


Abineno, J.L. Ch., Khotbah Di Bukit: Catatan – Catatan Tentang Matius 5 – 7. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1986.

Duyverman, M. E., Pembimbing Ke Dalam Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1996.

Ferguson, Sinclair B., Khotbah Di Bukit. Surabaya: Momentum. 1999.

Guthrie, Donald., Pengantar Perjanjian Baru. Volume 1. Surabaya: Momentum. 2008.

Hakh, Samuel Banyamin., Perjanjian Baru: Sejarah. Pengantar dan Pokok – pokok Teologisnya. Bandung: Bina Media Informasi. 2010.

Heer, J.J. de., Tafsiran Alkitab:Injil Matius Pasal 1- 22. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2000.

Henry, Matthew., Tafsiran Matthew Henry: Injil Matius 1 – 14. Surabaya: Momentum. 2007.

Stott, John., Khotbah Di Bukit: Pemahaman dan Penerapan Amanat Alkitab Masa Kini. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih. 1999.

Subandrijo, Bambang., Menyingkap Pesan – Pesan Perjanjian Baru 1. Bandung: Bina Media Informasi. 2010.

Sutanto, Hasan., Hermeneutik: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab. Malang: Seminari AlkitabAsia Tenggara. 1998.

Tenney, Merrill C., Survei Perjanjian Baru. Malang: Gandum Mas. 1997.

Verkuyl, J., Khotbah Di Bukit. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2002.




[1] J.J. de Heer, Tafsiran Alkitab:Injil Matius Pasal 1- 22, cet. 6, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), h. 2.

[2] M. E. Duyverman, Pembimbing Ke Dalam Perjanjian Baru, cet. 11, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), h. 54.

[3] M. E. Duyverman, Pembimbing Ke Dalam Perjanjian Baru, cet. 11, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), h. 54-55.

[4] Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru, cet. 4, (Malang: Gandum Mas, 1997), h. 192.

[5] Bambang Subandrijo, Menyingkap Pesan – Pesan Perjanjian Baru 1, cet. 1, (Bandung: Bina Media Informasi, 2010), h. 99.

[6] Donald Guthrie, Pengantar Perjanjian Baru, Volume 1, cet. 1, (Surabaya: Momentum, 2008), h. 36 – 37.

[7] M. E. Duyverman, Pembimbing Ke Dalam Perjanjian Baru, cet. 11, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), h. 55.

[8] J.J. de Heer, Tafsiran Alkitab:Injil Matius Pasal 1- 22, cet. 6, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), h. 4 – 5.

[9] M. E. Duyverman, Pembimbing Ke Dalam Perjanjian Baru, cet. 11, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), h. 55

[10] Samuel Banyamin Hakh, Perjanjian Baru: Sejarah, Pengantar dan Pokok – pokok Teologisnya, cet. 1, (Bandung: Bina Media Informasi, 2010), h. 279.

[11] Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru, cet. 4, (Malang: Gandum Mas, 1997), h. 185.

[12] M. E. Duyverman, Pembimbing Ke Dalam Perjanjian Baru, cet. 11, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), h. 54.

[13] Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru, cet. 4, (Malang: Gandum Mas, 1997), h. 192.

[14] Donald Guthrie, Pengantar Perjanjian Baru V.1,  Cetakan Pertama, (Surabaya, Momentum, 2008), h.  17. 

[15]Bambang Subandrijo, Menyingkap Pesan-Pesan Perjanjian Baru 1, Cetakan Pertama, (Jakarta: Bina Media Informasi, 2010), h.  117-118. 

[16] Hasan Sutanto, Hermeneutik: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab, (Malang: Seminari AlkitabAsia Tenggara, 1998), h. 205-206.

[17] Matthew Henry, Tafsiran Matthew Henry: Injil Matius 1 – 14, cet. 1, (Surabaya: Momentum, 2007), h. 281 – 282.

[18] J.L. Ch. Abineno, Khotbah Di Bukit: Catatan – Catatan Tentang Matius 5 – 7, cet. 1, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986), h. 160.

[19] John Stott, Khotbah Di Bukit: Pemahaman dan Penerapan Amanat Alkitab Masa Kini, cet. 3, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1999), h. 218 – 219.

[20] J.J. de Heer, Tafsiran Alkitab:Injil Matius Pasal 1- 22, cet. 6, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), h. 115.

[21] Matthew Henry, Tafsiran Matthew Henry: Injil Matius 1 – 14, cet. 1, (Surabaya: Momentum, 2007), h. 282 – 289.

[22] Sinclair B. Ferguson, Khotbah Di Bukit, cet. 1, (Surabaya: Momentum, 1999), h. 164.

[23] J. Verkuyl, Khotbah Di Bukit, cet. 9, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002), h. 102.

1 komentar:

  1. CasinoTacorp Review 2021 – Up to 200 FS for new customers
    CasinoTacorp offers a great range of 승인 전화 없는 꽁 머니 사이트 games, including video slots, table 꽁머니 games, video poker, video poker, 토토 꽁머니 live dealer games, and progressive 블랙 잭 게임 jackpots. It has  실시간 바카라 사이트 Rating: 3.2 · ‎Review by CasinoTacorp

    BalasHapus