MENAFSIR INJIL MATIUS 6:33
A.
Latar
Belakang Injil Matius
Injil Matius merupakan salah satu
Injil dari keempat Injil yaitu (Injil Markus, Lukas dan Yohanes) yang
melukiskan tentang kehidupan dan pekerjaan Tuhan Yesus. Sejarah kehidupan dan pekerjaan Tuhan Yesus
di bumi dilukiskan atau diceritakan secara mendetail di dalam empat Kitab atau
Injil. Dalam Alkitab khususnya
Perjanjian Baru, Injil Matius ditempatkan sebagai Injil yang pertama. Demikian juga dalam pembukaan secara umum
Kitab Perjanjian Baru, Injil Matius merupakan kitab yang pertama. Tetapi, hal ini bukan berarti Injil Matius
merupakan Injil yang paling tua di antara ketiga Injil yang lainnya. Dalam sepanjang sejarah, para ahli Perjanjian
Baru selalu berpendapat bahwa Injil yang tertua adalah Injil Markus. Namun sekalipun demikian, tidak ada alasan yang
kuat kenapa Injil Matius disebut sebagai Injil yang pertama di dalam
Alkitab. Kemungkinan besar yang dapat
diambil dalam hal ini ialah karena Injil Matius merupakan Injil yang teratur
dalam penyusunannya. Misalnya Injil
Matius memulai tuliasannya dengan melihat silsilah kelahiran Mesias Anak
Allah. Dalam ketiga Injil yang lainnya
tidak menuliskan hal seperti yang dilakukan oleh Injil Matius ini secara
mendetail. Dan juga dalam menulis
tentang “pengajaran Tuhan Yesus di atas bukit secara sistematis pasal 5-7” di
mana hal ini tidak didapatkan dalam ketiga Injil yang lain ditulis secara
sistematis. Oleh sebab itu, kemungkinan
besar Injil ini ditempatkan sebagai Injil yang pertama karena penulis Injil ini
menulis karya dan kehidupan Tuhan Yesus secara sistematis.
1.
Penulis
Kitab dan Latar Belakang Kehidupannya
Dalam
pembukaan Injil Matius penulis tidak menyebutkan namanya sebagai pengarang
Injil ini. Berbeda dengan surat – surat
lain yang ada di dalam Kitab Perjanjian Baru pada umumnya. Namun sekalipun demikian, banyak orang
menganggap bahwa Injil Matius ditulis oleh Matius sendiri. Tetapi, dasar dari pernyataan ini hanya
didasarkan atas satu tradisi yang tua.
Tradisi gereja di dalam sepanjang sejarah sampai pada hari ini selalu
menganggap bahwa pengarang dari Injil ini ialah Matius, bekas pemungut cukai,
yang disebut juga Lewi (Mat. 9:9).
Tetapi, tradisi ini tidak terlalu kuat untuk mempertahankan Matius
sebagai pengarang Injil ini. J. J. de Heer menyatakan bahwa:
Para ahli pada umumnya berpendapat, bahwa mustahil
Injil ini dikarang oleh Rasul Matius sendiri, sebab dalam banyak hal Injil
Matius mengambil – alih isi Injil Markus dengan cara yang hampir harafiah (mis.
Mat. 14:22-27 dan Markus 6:45-50). Tidak
masuk akal bahwa seorang murid Yesus, yang hadir
pada perbuatan – perbuatan Tuhan Yesus, akan mengikuti cerita Markus, yang
tidak hadir pada perbuatan – perbuatan itu, secara harafiah. Pasti seorang murid Yesus akan memberi
lukisannya sendiri. Cukup jelas bahwa
Injil Matius yang sekarang ada, tidak dikarang oleh Matius sendiri. Jadi, hanya tinggal kemungkinan bahwa Rasul Matius membuat catatan, yang
kemudian dipakai di dalam gereja, dan dipakai juga oleh pengarang Injil. Siapa sebenarnya orang yang di Siria, yang
telah mengarang “Injil Matius” itu, mungkin tak pernah akan diketahui dalam
dunia ini.[1]
Persoalan
dalam hal penulisan atau pengarang kitab ini tidak dapat dipastikan secara
mutlak bahwa Matius adalah pengarang Injil ini.
Kebanyakan para ahli melihat surat yang ditulis di dalam Injil ini
dengan membandingkan isinya dengan isi Injil Markus dan menyatakan bahwa Matius
ikut-ikutan dan menyalin isi Injil Markus.
Para ahli menyatakan bahwa tidak mungkin seorang murid Yesus yang
bersama – sama dengan Dia akan mengikuti cerita yang secara harafiah dari
cerita Markus secara khusus. Namun
pernyataan para ahli ini juga bisa tidak bisa diterima. Sebab, jika dibandingkan antara Mat. 14:22-27
dengan Mark. 6:45-50 memang pada hakekatnya adalah sama. Tetapi, di dalam Injil Matius tidak hanya
menulis perbuatan Tuhan Yesus sampai pada ayat 27, tetapi masih ada
kalimat-kalimat selanjutnya yang mana merupakan satu kesatuan dengan cerita
dalam ayat 22-27 yaitu ayat 28-33 yang tidak ada dalam Injil Markus. Malah kelihatannya tulisan Matius mengenai
peristiwa “Yesus berjalan di atas air” sangat sistematis dibandingkan dengan
tulisan Markus. Tulisan Matius
mengakhiri tulisannya mengenai peristiwa itu dengan satu pengakuan dan
penyembahan yang dilakukan oleh orang-orang yang ada dalam perahu itu kepada
Yesus “Sesungguhnya Engkau Anak Allah”, sedangkan di dalam tulisan Markus
mengakhiri tulisannya di dalam peristiwa itu dengan reaksi orang – orang yang
ada dalam perahu itu yaitu “mereka sangat tercengang dan bingung … sebab hati
mereka tetap degil”.
Jadi,
dapat dikatakan bahwa penulis Injil Matius bukan menyalin ataupun mengikuti
tulisan di dalam Injil Markus. Dan
andaipun sama, juga tetap diterima, sebab pengarang Injil juga sama-sama
menulis tentang kehidupan karya Tuhan Yesus.
Penulis Injil Matius dan penulis Injil Markus sama – sama mempunyai
tujuan yaitu menulis tentang kehidupan dan karya Tuhan Yesus di bumi ini. Jadi, tidak ada bukti yang kuat bahwa penulis
Injil Matius menyalin atau mengikuti tulisan Markus. Tetapi sekalipun demikian bukti ini juga
tidak menguatkan bahwa penulis Injil Matius adalah Rasul Matius sendiri seperti
yang dianggap oleh tradisi gereja. Dari
perbandingan ini, juga tidak terlihat jelas tentang siapa penulis Injil Matius
yang sesungguhnya. Selanjutnya M. E. Duyverman menyatakan bahwa:
Tradisi gereja selalu meyakini bahwa: Injil Matius
ditulis oleh Matius, rasul, bekas pemungut cukai, yang disebut juga Lewi (Mat.
9:9; 10:3; Mrk. 2:14; Luk. 5:27). Akan
tetapi, jika sumber-sumber tradisi gereja diperiksa (Ireneus, Origenes,
Eusebius), maka semuanya berbicara tentang sesuatu Injil dalam Bahasa Aram,
sedangkan Injil yang kita miliki – menurut para anggapan para ahli – bukanlah
terjemahan melainkan karangan Yunani asli.[2]
Dari
pernyataan tersebut di atas, menyatakan bahwa Injil yang diletakkan pada
pembukaan Perjanjian Baru bukanlah hasil terjemahan yang diterjemahkan dari
bahasa Aram. Tetapi menurut para ahli,
Injil Matius ialah Injil asli yang dikarang dari bahasa asli yaitu bahasa
Yunani. Jadi menurut para ahli ini, jika
berpatokan dengan tradisi gereja yang sudah berabad-abad ini, maka itu
didasarkan atas Injil dalam terjemahan bahasa Aram. Tetapi, sesungguhnya Injil Matius adalah
Injil yang dikarang dalam bahasa Yunani asli.
Namun, pernyataan para ahli ini juga tidak ada bukti yang kuat dengan
menyanggah pendapat dari tradisi gereja.
Jika terus bersandar pada tradisi gereja tersebut, maka pertanyaannya
seperti yang dinyatakan oleh M. E.
Duyverman bahwa:
Apakah tradisi itu berdasarkan catatan Papias mengenai
Logiatu Kyriu? Khilfkah tradisi itu?
Pertanyaan ini timbul, oleh karena ada beberapa unsur yang sukar dapat
disesuaikan dengan tradisi gereja itu.
Rasul Matius ialah murid Yesus; jadi ia menyaksikan segala peristiwa
dengan mata dan telinganya. Adakah
penyaksi – mata itu bersandar begitu kuat pada sumber lain, sehingga susunan
kata – katanya pun sama? Anggapan ini
agak ganjil. Agaknya ia menyusun
karangannya secara bebas, seperti Injil Yohanes. Soal lain lagi: sebagai bekas pemungut cukai,
tentulah ia bergaul rapat dengan orang bukan – Yahudi, sebab “ ia kaki tangan
Roma”. Padahal Injil ini paling bersifat
“Yahudi” dari antara keempat Injil itu.
Karena hal yang disebut di atas ini, maka kebanyakan para ahli sekarang
ini mencari pengarangnya di dalam kalangan lain. Boleh jadi seorang dari antara pemimpin agama
Yahudi. Maklumlah, sesudah – tercurahnya
Roh Kudus, banyak di antara mereka, yang tadinya masih takut, menjadi kristen
(Kis. 6:7; Yoh. 12:42). Orang dari
kalangan inilah yang bersifat seperti yang nyata dari Injil Matius itu. Tetapi, haruslah pula kita ingta: ini dugaan
saja, kepastian tak ada.[3]
Pada
umumnya terutama dalam tradisi gereja menganggap bahwa penulis Injil Matius
adalah rasul Matius sendiri yaitu salah satu murid Yesus. Tetapi, tradisi ini seringkali diprdebatkan
karena tidak mempunyai dasar yang kuat dan bahkan Injil Matius sendiri hanya
sedikit membicarakan tentang rasul Matius sendiri di dalam suratnya. Para ahli beranggapan bahwa jika Matius yang
menulis Injil Matius ini tidak mungkin ia memakai sumber-sumber yang lain
seperti mengcopy isi Injil yang lain, terutama dalam hal ini Injil Markus. Tetapi, dari pernyataan ini pun juga tidak
dapat dipastikan bahwa penulis Injil Matius mengcopy Injil Markus, sebab kita
ketahui bahwa semua penulis Alkitab menulis berdasarkan sumber yang sama. Tuhan adalah pewahyu dari firman-Nya. Dalam arti bahwa ketika para rasul menulis
firman Tuhan, mereka menulis dari sumber atau pribadi yang sama. Tidak dapat disangkal firman yang ditulis
oleh Matius dan Markus bisa saja sama sebab diterima dari Tuhan Allah yang sama
dan diinspirasikan oleh Roh Kudus. Hal
ini tidak dapat disangkal, pernyataan ini perlu untuk diterima sebagai
kebenaran yang mutlak.
Selanjutnya,
Merrill C. Tenney menyatakan bahwa, “Pendapat umum para penulis kuno sesuai dengan sifat
Matius yang sudah diketahui. Sebagai
seorang pemungut cukai tentu ia seorang yang terpelajar dan biasa membuat
catatan – catatan dalam melakukan pekerjaannya.”[4] Tidak dapat dipungkiri juga bahwa bisa saja
Matius yang menulis Injil Matius ini, sebab dia adalah orang yang terpelajar
dan biasa membuat berupa catatan – catatan kecil di dalam pekerjaannya. Dia bukan orang bodoh yang tidak terpelajar
pada saat itu. Dalam hal ini, tidak
dapat dipastikan sejarah kehidupan Matius
sendiri setelah Yesus memanggilnya menjadi murid-Nya. Mungkin saja Matius setelah dipanggil oleh
Yesus untuk menjadi murid-Nya memakai segala pengetahuannya untuk membuat
catatan kecil dalam mengikuti Yesus. Hal
ini tidak dapat disangkal. Bambang Subandrijo menyatakan bahwa,
“Berdasarkan tradisi Kristen awal menganggap Injil ini ditulis oleh rasul
Matius, salah seorang murid Yesus.
Tradisi ini didasarkan pada tulisan Papias pada paruh pertama abad kedua
Masehi. Namun, sejak abad XVII, para
ahli biblika mulai meragukan bahwa Matius adalah penulisnya”.[5] Dari pernyataan ini nyata bahwa persoalan
mengenai penulisan Injil Matius sudah mengalami perkembangan atau
pemahaman. Pemahaman pada mulanya yaitu
dari Abad kedua menyatakan bahwa Injil ini ditulis oleh rasul Matius sendiri
yang didasarkan pada tulisan Papias.
Sedangkan pemahaman yang meragukan rasul Matius sebagai penulis Injil
ini adalah pemahaman yang hanya didasarkan atas penelitian.
Bertolak
dari seluruh pembahasan tersebut di atas mengenai penulis Injil Matius ini,
maka perlu ditekankan empat hal. Pertama: Injil Matius yang telah
dimasukkan dalam Kanon Perjanjian Baru adalah Firman Allah yang mengkisahkan
tentang kehidupan dan karya Kristus selama Ia melayani di muka bumi ini. Injil ini diterima dan ditulis dari sumber
yang sama yaitu Allah sendiri yang telah menginspirasikan kepada hamba-Nya
untuk menulis Injil ini sebagai Firman-Nya yang sama dengan Kitab-kitab yang
lain yang ada dalam Alkitab. Kedua: mengenai penulis Injil ini,
penulis menyimpulkan bahwa berdasarkan pemahaman yang telah diungkapkan oleh tradisi
gereja pada abad kedua Masehi, maka penulis Injil ini ialah rasul Matius bekas
pemungut cukai yaitu salah seorang yang telah dipanggil oleh Yesus Kristus
untuk menjadi murid-Nya. Dalam hal ini,
sekalipun para ahli biblika meragukan penulis Injil ini, namun mereka juga
tidak menemukan siapa penulis Injil Matius ini.
Jikalau pendapat para ahli dibangun di atas kemungkinan-kemungkinan yang
penuh kecurigaan dan dengan tidak pasti maka tidak ada artinya. Semuanya itu hanya membawa kepada
persoalan-persoalan yang tidak ada faedahnya.
Ketiga: siapa pun penulis
Injil Matius ini yang tidak dipastikan dengan benar, namun yang perlu
ditegaskan dan diakui bahwa penulis Injil ini juga adalah seorang yang telah
dipanggil dan dipakai oleh Tuhan Allah untuk menulis Firman-Nya. Hal ini perlu diakui, sebab tidak mungkin
seorang manusia dapat menulis dan mendapatkan inspirasi dari Tuhan Allah yaitu
Dia yang telah mengutus Anak-Nya datang ke dalam dunia ini untuk menulis dan
mengkisahkan seluruh kehidupan serta karya Kristus di dalam menyelamatkan umat
kepunyaan-Nya. Jadi, tidak ada artinya
untuk diperdebatkan tentang siapa penulis Injil Matius ini, karena Injil Matius
tetap, dan satu-satunya Injil yang mengkisahkan kehidupan serta karya Kristus.
2.
Tahun,
Tempat dan Zaman Penulisan Injil Matius
Tahun
dan zaman penulisan Injil Matius juga merupakan hal yang sukar untuk dipastikan
dengan benar. Ada beberapa anggapan yang
menyatakan bahwa jika Injil Matius selalu mengutip isi daripada Injil Markus
berarti kemungkinan besar Injil ini ditulis setelah Injil Markus yaitu tahun
65. Donald
Guthrie menyatakan bahwa, “Menurut mereka, karena Matius memakai Markus,
maka Injil Matius baru dapat ditulis setelah kejatuhan Yerusalem. Jadi, penanggalan yang mungkin bagi Matius
adalah 80 – 100 M. Tidak ada persetujuan
tentang penanggalan yang lebih pasti di dalam periode ini”.[6] Jadi, pendapat ini didasarkan atas perbuatan
atau tindakan Matius didalam memakai sumber-sumber dari Injil Markus. Jikalau itu memang benar, karena hal ini juga
merupakan suatu kemungkinan saja, maka sudah pasti bahwa Injil Matius ditulis
setelah Injil Markus ditulis pada tahun 65 dan juga bisa dipastikan bahwa
setelah tahun jatuhnya Yerusalem.
Namun,
ada beberapa hal yang diungkapkan oleh para ahli bahwa Injil Matius ini ditulis
kira – kira tahun 70 – 80. M. E. Duyverman menyatakan
bahwa, “Mengenai tambahan kepada perumpamaan perjamuan – kawin, yaitu kota yang
dibakar (22:7), mungkin yang dimaksud
ialah pemusnahan kota Yerusalem. Tetapi,
kita harus hati-hati. Kesimpulannya:
Injil Matius ditulis kira-kira tahun 72-85”.[7] Peristiwa yang terjadi di Yerusalem dapat
dijadikan dasar dan penentuan mengenai tahun penulisan Injil ini. Kemungkinan besar yang dapat dipastikan ialah
bahwa Injil Matius ditulis setelah kejatuhan atau pemusnahan kota Yerusalem
pada tahun 70. Pemusnahan kota Yerusalem
merupakan suatu peristiwa yang penting di dalam Injil Matius ini. Seperti J.J.
de Heer menjelaskan bahwa:
Para ahli Perjanjian Baru biasanya menduga bahwa Injil
Matius baru dikarang kira-kira tahun 80, dengan dua alasan: Pertama: pada tahun 70 terjadi suatu
peristiwa yang penting. Pada tahun itu
Bait Allah yang indah di Yerusalem dibakar habis oleh tentara Romawi, ketika
orang Romawi mengalahkan orang Yahudi, yang telah memberontak terhadap
pemerintahan Romawi. Injil Matius dalam
perumpamaan tentang perjamuan kawin menekankan, bahwa “kota orang-orang
bersalah dibakar” (22:7). Ahli-ahli pada
umumnya menganggap hal itu sebagai tanda bahwa
Injil Matius dikarang. Kedua: orang Yahudi yang masih hidup,
setelah Bait Allah dibakar dan setelah banyak orang Yahudi dibunuh oleh tentara
Romawi, tidak dapat mengejar tujuan politis lagi politis lagi. Mereka memusatkan perhatiannya kepada
reorganisasi rohani di bawah pimpinan ahli-ahli Taurat. Ahli-ahli Taurat itu mulai membedakan dengan
lebih tegas ajaran yang benar dan aliran – aliran yang sesat, yang tidak boleh
diikuti oleh orang Yahudi. Antara lain
ajaran kristen dicap secara tegas sebagai ajaran yang tidak boleh dianut oleh
orang Yahudi. Justru dalam situasi itu,
kira-kira tahun 80, Injil Matius dapat ditempatkan. Dalam Injil Matius orang Kristen yang berasal
dari bangsa Yahudi diperkuat dalam iman Kristen , sebab dalam Injil ini
dibuktikan bahwa Yesus dengan benar adalah Mesias, yang sudah dijanjikan dalam
PL itu. Dalam Injil Matius juga dikupas
kesalahan – kesalahan para ahli Taurat (Pasal 23). Jadi, pendapat oleh banyak ahli Perjanjian
Baru bahwa Injil Matius dikarang kira – kira tahun 80 sesudah Masehi dapat
diterima.[8]
Peristiwa
yang terjadi di Yerusalem pada tahun 70-an merupakan peristiwa yang menurut
para ahli dikisahkan di dalam Injil Matius yaitu mengenai Injil Matius dalam
perumpamaan tentang perjamuan kawin yang menekankan bahwa “kota orang-orang
bersalah dibakar” sebagaimana dikisahkan di dalam Matius 22:7. Peristiwa yang dikisahkan di dalam Matius
22:7 kemungkinan besar melukiskan tentang peristiwa tentang pemusnahan kota
Yerusalem pada tahun 70. Jadi, jikalau
tahun 70 kota Yerusalem jatuh, maka tidak mungkin Injil Matius ini ditulis setelah
kejatuhannya. Tetapi, sesudah kejatuhan
kota Yerusalem itu, maka dapat dipastikan bahwa Injil Matius ditulis.
Bertolak dari pernyataan – pernyataan
tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa mengenai tahun kepenulisan Injil
Matius ini tidak dapat dipastikan dengan tepat.
Tetapi, yang dapat dipastikan bahwa Injil ini ditulis setelah kejatuhan
Yerusalem yaitu pada tahun 70, maka kemungkinan besar setelah tahun 70 itulah rasul
Matius mulai menulis Injil Matius ini.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa tahun penulisan Injil Matius ialah ditulis
antara tahun 72 – 85.
Selanjutnya,
mengenai tempat penulisan Injil Matius ini.
Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa kemungkinan besar ditulis di
Antiokhia. Seperti M. E. Duyverman menjelaskan bahwa:
Injil ini ditulis dalam bahasa Yunani dan walaupun
banyak ungkapan dan adat Yahudi dianggap telah dikenal, namun beberapa kali
diberi keterangan : 1:23; 27:33, 46 atau istilah Yahudi itu dielakkan (korban:
Mrk. 7:11 – Mat. 15:5). Kedua gejala ini
mengingatkan kita kepada suatu daerah di luar Palestina. Selain daripada itu Injil ini diutamakan
untuk pembaca Yahudi; lagi pula Injil inilah yang pertama-tama diterima, jadi
mungkin didukung oleh pusat gereja yang penting. Itulah sebabnya pikiran kita tertuju ke
Antiokhia.[9]
Dari
pernyataan tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa memang pada hakekatnya
Injil Matius merupakan satu-satu Injil yang pertama – tama diterima pada saat
itu sebagaimana ditunjukkan kepada orang – orang Yahudi yang percaya kepada
Kristus. Injil Matius merupakan Injil
yang perdana yang diterima oleh orang – orang Yahudi. Jadi ada kemungkinan besar bahwa surat ini
ditulis di Antiokhia. Hal yang sama juga
dinyatakan oleh Samuel Benyamin Hakh menyatakan
bahwa, “Karena Injil ini ditulis dalam bahasa Yunani, maka semestinya Injil ini
ditulis di Luar Palestina atau daerah sekitarnya, meskipun sangat terasa pengaruh
bahasa Yahudi di dalamnya”.[10]
Tempat penulisan dari Injil Matius ini
kemungkinan besar di tulis di Antiokhia.
Seperti Merrill C. Tenney menjelaskan bahwa:
Tempat penulisaanya mungkin di Antiokhia. Kutipan – kutipan Injil dalam karya para
penulis gereja yang pertama seperti Papias dan Ignatius sangat menyerupai
ayat-ayat di dalam Matius dan ini menunjukkan bahwa Injil yang pertama ini
mungkin pilihan jemaat Siria Yahudi.
Lagi pula, gereja di Antiokhia adalah gereja pertama yang mempunyai
anggota bukan Yahudi dalam jumlah lumayan yang berbicara dalam bahasa Aram dan
Yunani. Meskipun tidak ada bukti yang
pasti bahwa Injil ini ditulis di Antiokhia, tidak ada tempat lain yang lebih
sesuai daripadanya. Maka, dapat
diperkirakan bahwa ia ditulis sekitar tahun 50 hingga 70 dan disebarluaskan
oleh mereka yang bekerja di dan dari gereja Antiokhia.[11]
Peristiwa
penulisan Injil Matius ini juga merupakan suatu kemungkinan yang tidak dapat
dipastikan secara mutlak. Tetapi, berdasarkan
pendapat dari para ahli kemungkinan besar Injil ini ditulis di Antiokhia. Salah satu bukti yang kuat bahwa gereja di
Antiokhia adalah gereja yang pertama yang menerima anggota bukan Yahudi. Tetapi, sekalipun tidak ada bukti yang kuat
untuk menyatakan bahwa Injil Matius ini ditulis di Antiokhia, namun yang dapat
diterima dengan sah bahwa Injil Matius adalah Firman Allah yang telah
dikehendaki oleh Tuhan Allah untuk ditulis oleh rasul Matius.
3.
Tujuan
Penulisan Injil Matius
Injil Matius merupakan salah satu
Injil yang mengkisahkan atau melukiskan peristiwa – peristiwa penting mengenai
kehidupan dan karya Kristus di dalam pelelanan-Nya di bumi ini. Di dalam pembukaan Injil Matius tersirat
dengan jelas bahwa tujuannya ialah untuk meyakinkan dengan sungguh – sungguh
bahwa Kristus yang telah lahir adalah Mesias yang telah dinubuatkan di dalam
Perjanjian Lama. Matius menyatakan tujuan penulisan Injil Matius dalam kalimat
pertama: Inilah silsilah Yesus Kristus,
anak (keturunan) Daud, anak Abraham (Mat 1:1). Gelar
Anak Daud dan Anak Abraham ditemukan 10 kali dalam Injil Matius. Anak Daud
menunjukkan Kristus sebagai Mesias-Raja yang telah dinubuatkan oleh para nabi,
sedangkan Anak Abraham menjelaskan hubungan Yesus dengan perjanjian yang telah
dijanjikan oleh Tuhan Allah dengan Abraham: Olehmu
semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat (Kej 12:3 17:7). Tuhan Yesus
menegaskan penggenapan nubuatan ini kepada orang-orang Yahudi yang tidak
percaya, kataNya: Jikalau kamu tidak
percaya, bahwa Akulah Dia (Mesias), kamu akan mati dalam dosamu ……
Jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan
yang dikerjakan oleh Abraham …… Jikalau Allah adalah Bapamu, kamu
mengasihi Aku …… ..namun Iblislah yang menjadi bapamu (Yoh 8:24,
39, 42, 44). Jadi, inti dari tujuan penulisan
Injil Matius ini ialah untuk menyatakan secara sempurna tentang karya Kristus
sebagai Mesias yang telah dijanjikan dan dinubuatkan di dalam Perjanjian Lama. Perjanjian Allah dengan Abraham juga terlihat
jelas di dalam silsilah yang dilukiskan oleh Matius ini sendiri. Silsilah yang dilukiskan di dalam pembukaan
Injil ini memberikan kesan yang akurat bahwa tidak ada tujuan yang lain selain
menyatakan tentang keabsahan Kristus sebagai Mesias yang telah dijanjikan oleh
Tuhan Allah dan yang telah dinubuatkan di dalam Perjanjian Lama melalui para
nabi.
Injil Matius merupakan salah satu
Injil yang paling unik dari antara seluruh Injil Sinoptik. Penulis Injil Matius ketika menulis Injilnya
memulai dengan silsilah kelahiran Yesus Kristus dari keturunan Abraham sampai
kepada Yusuf (Mat. 1:16). Sedangkan di
dalam Injil Lukas dan Markus tidak menyatakan hal seperti ini. Tujuan Injil Matius dengan caranya yang
sistematis ini ialah pertama – tama ialah untuk menunjukkan bahwa Kristus
adalah Mesias Anak Allah yang telah dijanjikan dan telah dinubuatkan di dalam
sepanjang sejarah Perjanjian Lama.
Keunikan ini menandakan dengan pasti tujuannya dengan meyakinkan secara
sempurna dan mutlak tentang pribadi Mesias yang telah lahir.
Selanjutnya M.
E. Duyverman menyatakan bahwa, “Tujuan injil
Matius ialah untuk meyakinkan dengan sistematis dan dengan penuh hormat bahwa
Yesuslah Mesias yang sudah dijanjikan oleh Allah di dalam Perjanjian Lama. Di dalam Dia itu Kerajaan Allah telah datang,
dan nanti akan berkembang sampai pada kesudahan alam”.[12] Yesus Kristus adalah Anak Allah yang telah
dijanjikan oleh Allah sendiri kepada nenek moyang bangsa pilihan-Nya. Perjanjian ini mula – mula dinyatakan kepada
Adam dan Hawa setelah mereka jatuh di dalam dosa (Kej. 3:15) dan selanjutnya
secara terus menerus Tuhan Allah memberikan janji kepada para bapa – bapa
leluhur bangsa Israel untuk meyakinkan bahwa perjanjian-Nya dari semula akan
digenapi-Nya. Itulah sebabnya penulis
Injil Matius ini memulai tulisannya dengan menyatakan inilah silsilah Yesus
Kristus (Mat. 1:1). Jadi, keunikan ini
membawa kita pada kesimpulan yang pertama-tama bahwa tujuannya ialah menyatakan
bahwa pada hekakatnya Yesus Kristus adalah Mesias yang telah dinubuatkan di
dalam Perjanjian Lama.
Perjanjian Allah serta nubuat yang
telah dinubuatkan oleh para nabi di dalam Perjanjian Lama melalui inspirasi
dari Allah telah digenapi oleh kelahiran Yesus Kristus yang adalah Mesias Anak
Allah Sang Juruselamat yang mula – mula dijanjikan di dalam Kejadian 3:15. Selain itu, tujuan dari Injil Matius ini juga
menyatakan tentang karya Kristus yang telah diberikan oleh Tuhan Allah untuk
menjadi Juruselamat umat kepunyaan-Nya. Merrill C. Tenney menyatakan bahwa, “Tujuan dari Injil Matius adalah untuk menunjukkan bagaimana Yesus dari
Nazaret mengembangkan serta menguraikan wahyu ilahi yang telah dimulai dalam
nubuat tentang Mesias dalam Perjanjian Lama”.[13] Wahyu Allah di dalam Perjanjian Lama ialah
mencakup seluruh janji – janji Allah untuk memberikan seorang Juruselamat bagi
umat-Nya. Yesus Kristus datang ke dalam
dunia untuk mewujudkan wahyu Tuhan Allah yang telah dimulai di dalam nubuat di
dalam Perjanjian Lama.
Perjanjian Tuhan Allah yang telah
dijanjikan serta dinubuatkan di dalam Perjanjian Lama ditandai dengan
perjanjian atas keselamatan umat-Nya sendiri.
Dasar dari seluruh perjanjian Allah dengan para umat-Nya dari Perjanjian
Lama didasarkan atas keselamatan umat-Nya sendiri dari belenggung dosa mereka. Kita ketahui, bahwa setelah kejatuhan manusia
di dalam dosa manusia telah kehilangan kemuliaan Allah dan murka Allah menyala
– nyala atas umat manusia oleh karena ketidaktaatan atas perintah Allah. Peristiwa kejatuhan manusia di dalam dosa
yang mula – mula di Taman Eden mengingatkan bahwa manusia memerlukan
keselamatan hanya daripada Tuhan Allah sendiri.
Kasih dan keadilan Allah di atas umat-Nya sama – sama berjalan atas
umat-Nya. Ia adil dengan menghukum semua
manusia dan Dia mengasihi sebagian manusia menurut kerelaan dan kehendak-Nya di
dalam kedaulatan-Nya. Janji Allah yang
dilukiskan atau diceritalan di dalam Injil Matius ini bertujuan dengan jelas
untuk menyatakan bahwa perjanjian Allah dan keadilan Allah serta kasih-Nya di
dalam mengasihi umat-Nya dengan mengirim Anak-Nya yang Tunggal yaitu Yesus
Kristus, Dialah Mesias yang telah dinubuatkan di dalam Perjanjian Lama kepada
bapa – bapa leluhur umat percaya.
Jadi inti tujuan dari penulisan Injil
Matius pada hakekatnya ialah untuk menyatakan bahwa Mesias yang telah lahir di
tengah – tengah bangsa Yahudi tersebuat adalah Anak Allah yaitu Mesias yang
telah dinubuatkan di dalam Perjanjian Lama.
Perbuatan serta karya Tuhan Yesus Kristus juga di dalam Injil Matius ini
mencirikan bahwa nubuat-nubuat yang telah dinubuatkan di dalam Perjanjian Lama
itu menunjuk kepada Tuhan Yesus Kristus.
Setiap perbuatan serta karya Kristus di dalam pelayanan-Nya menunjukkan
bahwa Dialah Mesias yang dinubuatkan di dalam Perjanjian Lama. Seperti Donald
Guthrie menyatakan bahwa:
Matius menulis Injil dari sudut pandang tertentu ia
mau menunjukkan bahwa peristiwa-peristiwa penting dalam hidup Yesus menggenapi
nubuat Perjanjian Lama. Dalam hal ini ia
tidak sendirian; motif seperti ini kerap muncul di sepanjang Perjanjian Baru, meski
tidak ada yang sejelas Injil ini. Ciri
khas ini saja sudah mengindikasikan bahwa Matius adalah seorang Yahudi yang
menulis bagi orang - orang Yahudi.[14]
Tidak dapat disangkal bahwa memang pada hakekatnya
semua peristiwa – peristiwa yang terjadi di dalam diri Yesus Kristus yang
dilukiskan di dalam Injil Matius ini menguatkan serta menyatakan bahwa Dia
adalah Mesias yang dijanjikan di dalam Perjanjian Lama. Dan bahkan jikalau diperhatikan dengan
sungguh – sungguh bahwa itu sungguh benar.
Dalam pembukaan Injil Matius sendiri terlihat jelas bagaimana ia
memaparkan silsilah Mesias Anak Allah dari keturunan Abraham. Karya serta perbuatan dan bahkan kelahiran
Tuhan Yesus di dalam Injil ini memberikan bukti bahwa Dia adalah Mesias yang
dijanjikan di dalam Perjanjian Lama.
Selain menyatakan tentang karya dan kehidupan Tuhan
Yesus sebagai Mesias yang telah dinubuatkan di dalam Perjanjian Lama. Injil Matius juga memiliki tujuan yaitu untuk
menguatkan iman orang – orang yang telah percaya kepada Kristus dan bahwa
Kristus itu ialah Mesias yang telah dinanti-nantikan oleh orang – orang Yahudi. Bambang
Subandrijo menyatakan bahwa:
Matius adalah Injil semitis yang ditulis untuk menguatkan umat Kristen
Yahudi dan sebagai apologi bagi orang - orang Yahudi yang belum percaya. Sejak
awal, Matius mengidentifikasi Yesus sebagai keturunan raja Daud dan
Abraham. Dalam alur pemikiran tradisi
Yudais, Matius mengidentifikasi Yesus sebagai sosok Imanuel dalam Yesaya 7:14
(band Mat.1:23). Motif keyahudian Injil
ini terutama tampak dalam penggambaran peran Yesus sebagai penggenapan harapan
mesianis PL (Mat. 2:4;2:63).[15]
Penulis Injil Matius
menulis Injil ini bukan hanya bertujuan untuk menyatakan Yesus sebagai Mesias
dari keturunan Daud. Tetapi, Matius juga
memberikan tujuan yang lain yaitu untuk menguatkan orang – orang Yahudi yang
telah menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka. Selain menguatkan iman orang Yahudi yang
telah menerima Kristus, Injil Matius juga betujuan untuk mempertahankan gagasan
tentang Kristus sebagai Mesias yang telah dijanjikan dan dinubuatkan di dalam
Perjanjian Lama bagi orang – orang Yahudi yang belum percaya.
Bertolak dari
pendapat para ahli tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa Injil Matius
memiliki tujuan yang riil dan yang berpusat kepada Kristus sebagai Mesias yang
telah dijanjikan dan dinubuatkan di dalam sepanjang sejarah Perjanjian
Lama. Oleh sebab itu, dapat diringkaskan
dalam tiga bagian bahwa tujuan Injil Matius ialah: Pertama: untuk memberikan dokumen secara sistematis dan akurat
tentang Kristus yang adalah Mesias yang telah dijanjikan oleh Tuhan Allah dan
dinubuatkan oleh para nabi di dalam Perjanjian Lama. Hal ini terlihat jelas dari pembukaan Injil
ini sendiri. Kedua: untuk menguatkan orang – orang Yahudi yang telah percaya
kepada Kristus dan bahwa Kristus yang telah mereka percayai itu ialah Mesias
yang adalah Anak Allah Sang Juruselamat yang telah dijanjikan oleh Allah dalam
Perjanjian Lama. Ketiga: tujuan penulisan Injil Matius ini juga ialah untuk
memberikan apologi bagi orang – orang Yahudi yang masih belum percaya kepada
Kristus sebagai Mesias Anak Allah yang telah dijanjikan dan dinubuatkan oleh
para nabi di dalam Perjanjian Lama dan
bahwa Kristus adalah Mesias Anak Allah Yang Mahatinggi.
B.
Konteks
Nats (Matius 6:33)
Konteks
merupakan suatu langkah dalam penafsiran atau penelitian yang dilakukan atas
suatu nas yang ditafsir. Pada dasarnya konteks jenis ini menunjuk ayat-ayat yang berkisar sebelum
dan sesudah ayat-ayat yang ingin ditafsir.[16] Dalam menafsir suatu ayat di dalam Alkitab
maka yang perlu diperhatikan terlebih dahulu ialah konteks nas tersebut. Mengenal konteks, baik konteks dekat maupun
konteks jauh akan membantu peneliti di dalam mencari tahu makna serta maksud
dari suatu nas yang ditafsir. Dalam hal
ini juga perlu untuk memperhatikan nas – nas yang berhubungan dengan nas yang
lainnya (Mis. Nas paralel, dan sejajar).
1.
Konteks
Dekat
Matius
Pasal 6 merupakan bagian dari pengajaran Tuhan Yesus di atas bukit pada masa
pelayanan-Nya di muka bumi ini. Dari Matius
5 - 7 menceritakan bagaimana awal mula pengajaran Tuhan Yesus di atas bukit
kepada orang – orang banyak yang ada pada saat itu. Matius 6 mendapatkan bagian juga di dalam
pengajaran Tuhan Yesus tersebut. Pengajaran Tuhan Yesus di atas bukit yang
diceritakan di dalam pasal 5 sampai pada pasal 7 memiliki beberapa bagian yang
di mana pada akhirnya pasal 6:33 mendapat bagian di dalam pengajaran-Nya
mengenai “Hal Kekuatiran”.
Dari
pasal 5 – 7 yang merupakan satu kesatuan teks di dalam nast ini dapat diringkaskan
beberapa bagian pengajaran Tuhan Yesus yang Ia ajarkan di atas bukit tersebut
yaitu mengenai “ucapan-ucapan bahagia” (5:1:12); pengajaran tentang “garam
dunia dan terang dunia” (5:13-16); pengajaran tentang “Hukum Taurat” (5:17-48);
pengajaran tentang “hal memberi sedekah” (6:1-4); pengajaran tentang “hal
berdoa” (6:5-15); pengajaran tentang “hal berpuasa” (6:16-18); pengajaran
tentang “mengumpulkan harta” (6:19-24) pengajaran tentang “hal kekuatiran”
(6:25-34); pengajaran tentang “hal menghakimi” (7:1-5); pengajaran tentang “hal
yang kudus dan berharga” (7:6); pengajaran tentang “hal pengabulan doa”
(7:7-11); pengajaran tentang “jalan yang benar” (7:12-14); pengajaran tentang
“hal pengajaran yang menyesatkan umat percaya” (7:15-23) dan pengajaran tentang
“dua macam dasar dalam kehidupan manusia” (7:24-27). Inilah daftar dari seluruh
perkataan-perkataan yang dimaksudkan di dalam bahasa aslinya yaitu seluruh
pengajaran Tuhan Yesus dari pasal 5 sampai pada pasal 7 yang terdiri dari
beberapa bagian besar. Jadi menurut
penulis, konteks dekat dari Matius 6:33 ialah Matius 5:1-7:1-27 karena
merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dengan seluruh pengajaran
Tuhan Yesus di atas bukit.
2.
Konteks
Jauh
Penyataan
Kerajaan Allah dalam Injil Matius merupakan pusat dari pengajaran Tuhan Yesus
ketika mengajar orang – orang banyak pada saat itu. Dalam Injil Matius terdapat enam kali
pernyataan Tuhan Yesus mengenai Kerajaan Allah.
Tuhan Yesus di dalam pengajaran-Nya diceritakan bahwa Ia berkeliling
untuk memberitakan Kerajaan Allah (Mat. 4:23; 6:33; 12:28;). Yesus mengajar mengenai orang kaya yang sukar
masuk ke dalam Kerajaan Allah (Mat. 19:24; 21:31; 21:43).
Selanjutnya
di dalam Injil Markus juga dikisahkan tentang pelayanan Tuhan Yesus yang
dimulai-Nya dengan memberitakan bahwa, “waktunya telah genap. Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!”
(Mrk. 1:15).
Selanjutnya
dikisahkan di dalam pengajaran – pengajaran Tuhan Yesus yang pada intinya bahwa
Kerajaan Allah itu sudah datang di tengah – tengah dunia (Mrk. 4:11, 26, 30; 9:1, 47; 10:14, 15, 23-25; 12:34; 14:25;
15:43). Selanjutnya juga di
dalam Injil Lukas dilukiskan pemberitaan tentang Kerajaan Allah di dalam
pelayanan Tuhan Yesus. Di mana pertama –
tama Ia menyatakan bahwa, “Tetapi Ia berkata kepada mereka: "Juga di kota-kota lain
Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk itulah Aku
diutus." (4:43). Dalam hal ini
terlihat jelas bahwa kedatangan Kristus ke dalam dunia yaitu untuk memberitakan
Kerajaan Allah. Selain itu disebutkan
31 kali (4:43; 6:20;
7:28; 8:1, 10; 9:2, 11, 27, 60, 62; 10:9, 11; 11:20; 13:18, 20, 28-29; 14:15; 16:16; 17:20-21; 18:16-17, 24-25, 29;
19:11; 21:31; 22:16, 18, 51).
Di
dalam surat-surat yang lain juga menceritakan bagaimana setelah Kristus bangkit
dari kematian Ia secara terus menerus memberitakan tentang Kerajaan Allah. Di dalam Kisah Para Rasul ada tujuh kali (Kis. 1:3; 8:12; 14:22; 19:8;
20:25; 28:23, 31).
Demikian juga di dalam surat rasul – rasul yang memberitakan tentang
Kerajaan Allah. Rasul Paulus mengajarkan
bahwa “Kerajaan Allah bukan soal makan dan minum tetapi soal kebenaran” (Rm.
14:17). Jadi, soal Kerajaan Allah ini
adalah soal yang sangat serius dalam pelayanan Tuhan Yesus dan juga di dalam
pemberitaan murid-murid-Nya yang dilakukan di dalam pelayanan mereka
selanjutnya bahwa Kerajaan Allah itu sudah dekat dan sedang dinyatakan serta
akan menuju kepada kesempurnaannya. Soal
kerajaan Allah adalah soal yang penting di dalam pelayanan Tuhan Yesus
Kristus. Kerajaan Allah ini merupakan
sentral dalam kehidupan orang – orang percaya yang harus dicari sepanjang
kehidupan mereka dan juga merupakan pusat pemberitaan para rasul-Nya bahkan
sampai sekarang ini pemberitaan ini harus dilakukan oleh orang – orang yang
percaya kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
C.
Posisi
Teks Injil Matius 6:33
Pada
langkah ini, penafsir akan meneliti lebih dalam tentang perbuatan Allah di
dalam keadilan dan kesetiaan-Nya serta kasih-Nya di dalam hidup umat-Nya. Dalam bagian ini penafsir juga akan meneliti
tentang posisi teks Injil Matius 6:33 dalam sejarah perbuatan Allah yang besar
di dalam sepanjang sejarah kehidupan umat-Nya.
1.
Dalam
Sejarah Suci (Historia Sacra)
Dalam menentukan posisi atau lokasi
teks Injil Matius 6:33 dalam sejarah perbuatan Allah yang besar kepada umat-Nya
di dalam sepanjang sejarah untuk menyatakan keadilan, kesetiaan dan kasih-Nya
kepada umat-Nya bisa dimulai dari 5 (lima) titik utama yaitu: Kel. 15:18; Ul.
17:14-15; 1 Sam. 10:1-24; Yesaya 9:5-6;
Mrk. 1:4 dan 15. Mengapa harus dimulai
dari Kel. 15:18? Intinya bahwa pemerintahan
atau kerajaan itu bersumber daripada Allah dan bahwa pemerintahan Allah itu
adalah pemerintahan yang kekal selama-lamanya.
Titik yang kedua ialah Ul.
17:14-15. Ini merupakan gambaran khusus
dari pemerintahan Allah sendiri.
Kemudian titik yang ketiga
ialah 1 Samuel 10:1-24. Ini adalah bagian yang menceritakan sebuah
peristiwa tentang perbuatan Allah yang besar di dalam memerintah umat-Nya yaitu
bangsa Israel. Ini juga adalah awal mula
Tuhan menghendaki seorang raja diangkat atau disahkan untuk memerintah
umat-Nya. Titik yang keempat:
Yesaya 9:5-6. Nubuat tentang
kelahiran seorang Raja yang berkuasa dan lambang pemerintahan ada di atas
bahu-Nya. Ia akan memerintah untuk selama-lamanya. Hal inilah yang akan digenapi oleh Kristus di
dalam Perjanjian Baru. Kemudian titik
yang kelima ialah Mrk. 1:4 dan 15. Di dalam ayat 4 menceritakan tentang
kesaksian seorang rasul yaitu Yohanes untuk memberitakan bahwa kerajaan Allah
sedang atau sudah datang. Dan ayat 15
merupakan pernyataan Tuhan Yesus yang menyerukan pertobatan sebab kerajaan
Allah sudah datang. Kemudian titik yang keenam ialah Luk. 4:16-19, 21, 43. Inilah wujud yang menyatakan kerajaan
Allah. Kerajaan Allah sedang dinyatakan
di dalam diri Yesus Kristus.
a.
Keluaran
15:18
Perbuatan
Allah yang besar dinyatakan oleh Musa bahwa kerajaan atau pemerintahan Allah
itu adalah pemerintahan yang kekal untuk selama-lamanya. Pemerintahan Allah yang dinyanyikan oleh Musa
ini adalah pemerintahan yang tidak sama dengan pemerintahan duniawi. Pemerintahan Allah pada hakekatnya ialah
pemerintahan yang kekal untuk selama-lamanya.
Peristiwa ini ditandai dengan peristiwa tentang bagaimana TUHAN Allah
membebaskan umat-Nya dari perbudakan di Mesir.
Ia membebaskan mereka dan bahkan membelah Laut Teberau. Siapakah yang seperti Engkau, di antara para allah, ya
TUHAN; siapakah seperti Engkau, mulia karena kekudusan-Mu, menakutkan karena
perbuatan-Mu yang masyhur, Engkau pembuat keajaiban? Engkau mengulurkan tangan
kanan-Mu; bumi pun menelan mereka. Dengan kasih setia-Mu Engkau menuntun umat
yang telah Kautebus; dengan kekuatan-Mu Engkau membimbingnya ke tempat
kediaman-Mu yang kudus. Bangsa-bangsa mendengarnya, mereka pun menggigil;
kegentaran menghinggapi penduduk tanah Filistin. Pada waktu itu gemparlah para kepala kaum di
Edom, kedahsyatan menghinggapi orang-orang berkuasa di Moab; semua penduduk
tanah Kanaan gemetar. Ngeri dan takut
menimpa mereka, karena kebesaran tangan-Mu mereka kaku seperti batu, sampai
umat-Mu menyeberang, ya TUHAN, sampai umat yang Kauperoleh menyeberang. Engkau membawa mereka dan Kaucangkokkan
mereka di atas gunung milik-Mu sendiri; di tempat yang telah Kaubuat
kediaman-Mu, ya TUHAN; di tempat kudus, yang didirikan tangan-Mu, ya TUHAN.
TUHAN memerintah kekal selama-lamanya."
(Kel. 15:11-18).
b.
Ulangan
17:14-15
Tuhan
Allah yang telah membebaskan bangsa Israel dari tanah Mesir dari tempat
perbudakan itu menyatakan kehendak-Nya atau hukum-Nya tentang kerajaan atau
jika bangsa Israel mengangkat seorang raja atas mereka atau yang memerintah
mereka. Sebelum bangsa Israel melakukan
hal itu, Tuhan Allah yang telah membebaskan mereka telah mengetahui bahwa akan
terjadi hal itu dalam sejarah kehidupan mereka.
Oleh sebab itu, Tuhan Allah memberikan hukum yang pada hakekatnya menyatakan
gambaran seorang raja yang khusus dari pemerintahan Allah sendiri.
Melalui
hamba-Nya Musa, Tuhan Allah menyatakan kehendak-Nya kepada bangsa Israel dalam
hal kerajaan. Pertama-tama yang harus
diperhatikan di dalam hal ini ialah bahwa raja tersebut harus seorang yang
dipilih oleh Tuhan Allah; perannya sebagai seorang yang telah ditahbiskan oleh
Allah merupakan hal yang paling utama.
Selanjutnya, raja itu ialah seorang yang dari keturunan bangsa Israel
sendiri (ay. 15), jadi bukan keturunan dewa atau keturunan dari bangsa lain
yang bisa menjadi raja yang memerintah atas bangsa Israel. Tetapi, harus dari keturunan bangsa
Israel. Ia tidak boleh memperbanyak hak
miliknya atau memiliki isteri yang banyak.
Pada masa itu, simbol kekayaan dan kehormatan ialah memiliki banyak
isteri dan lain sebagainya. Oleh sebab
itu, Allah memerintahkan di dalam hukum-Nya supaya ia tidak boleh melakukan
hal-hal yang seperti itu. Akhirnya ia harus
menuliskan hukum bagi dirinya sendiri sesuai dengan atau menurut kitab yang ada
pada imam-imam Lewi (ay.18) dan belajar untuk takut akan TUHAN, Allah-nya,
dengan berpegang pada segala hukum … supaya ia jangan tinggi hati terhadap
saudara-saudaranya (Ul. 17:14-20).
Peraturan tentang kerajaan sebelumnya Tuhan Allah telah memberikan
aturan atau hukum yang harus dilakukan.
c.
1
Samuel 10:1-24
Setelah
Tuhan Allah menyatakan perbuatan-Nya yang besar dengan membebaskan bangsa
pilihan-Nya dari perbudakan di Mesir.
Tuhan Allah menghendaki atau mengabulkan permintaan bangsa Israel untuk
mengangkat seorang raja atas mereka untuk memimpin dan memerintah mereka. Inilah awal mula kerajaan dinyatakan di dalam
kehidupan umat Allah. Dalam hal ini
terlihat jelas bahwa awal mula menjadi seorang raja itu ialah seorang yang
diurapi dan seorang yang dipilih oleh Tuhan Allah.
Melalui
hamba-Nya Samuel, Tuhan Allah berfirman kepadanya untuk mengurapi Saul menjadi
raja atas bangsa Israel yaitu bangsa pilihan Allah yang telah dibebaskan-Nya
sendiri. Tuhan menyatakan perbuatan-Nya
atas umat-Nya dengan menghendaki seorang raja untuk memimpin dan memerintahkan
umat-Nya perjalanan mereka menuju kepada tanah Kanaan yaitu tanah perjanjian. Setelah Samuel mengurapi dan segala hal yang
diperintahkan oleh Tuhan Allah untuk dilakukan atas Saul telah dilakukan, lalu
Samuel berkata kepada seluruh bangsa Israel: “Dan Samuel berkata kepada
seluruh bangsa itu: "Kamu lihatkah orang yang dipilih TUHAN itu? Sebab
tidak ada seorang pun yang sama seperti dia di antara seluruh bangsa itu."
Lalu bersoraklah seluruh bangsa itu, demikian: "Hidup raja!" (1 Sam.
10:1-24).
d.
Yesaya
9:5-6
Selain
Tuhan Allah menyatakan hukum tentang menjadi seorang raja yang memerintah dan
menghendaki seorang raja diangkat atas umat-Nya untuk memerintahkan
mereka. Tuhan Allah juga telah
mempersiapkan seorang Raja yang akan berkuasa untuk selama-lamanya. Kerajaan-Nya tidak berkesudahan, Ia akan
memerintah di dalam kerajaan-Nya yang kekal.
Bahwa Tuhan Allah akan memberikan seorang raja yang memerintah umat-Nya
untuk hidup selama-lamanya. Hal ini
dinyatakan oleh Tuhan Allah kepada nabi Yesaya melalui nubuatan bahwa suatu
kelak Ia akan memerintah sebagai Raja yang tidak berkesudahan. Lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya
disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja
Damai. Besar
kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan di atas takhta Daud
dan di dalam kerajaannya, karena ia mendasarkan dan mengokohkannya dengan
keadilan dan kebenaran dari sekarang sampai selama-lamanya. Kecemburuan TUHAN
semesta alam akan melakukan hal ini” (Yes. 9:5-6). Hal ini akan digenapi oleh Kristus Sang
melalui kelahiran-Nya di dalam dunia ini.
Dialah yang mewujudkan di dalam diri-Nya dan Dialah Raja yang telah
datang untuk memerintah sekarang dan yang akan digenapi nanti pada waktu
kedatangan-Nya yang kedua kali. Dialah Kepala
yang memimpin Kerajaan dan memerintah untuk selama-lamanya.
e.
Markus
1:4 dan 15
Tuhan
Allah yang telah berfirman dan yang telah menjanjikan di dalam sejarah nubuatan
dalam Perjanjian Lama telah menyatakan-Nya di dalam diri Anak-Nya Yesus
Kristus. Melalui hamba-Nya rasul
Yohanes, Tuhan Allah menyatakan bahwa, "Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan
Allah akan mengampuni dosamu."
Berita pertobatan ini yang dikumandangkan oleh rasul Yohanes merupakan
berita atau perintah dari Sang Kerajaan Allah yang sedang datang di
tengah-tengah umat Tuhan pada saat itu. Kerajaan
Allah itu sudah datang ditengah – tengah mereka. Di dalam ayat 15 Tuhan Yesus sendiri
menyatakan dengan jelas kata-Nya: "Waktunya telah genap; Kerajaan Allah
sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!" Kerajaan yang telah dinubuatkan di dalam Perjanjian
Lama telah datang di tengah – tengah umat Tuhan untuk memerintah mereka
selama-lamanya sebagai anak – anak Allah yang hidup. Hal ini terwujud dengan jelas dalam diri Anak
Allah yang diutus-Nya yaitu Yesus Kristus.
Di dalam diri-Nyalah Kerajaan Allah atau pemerintahan Allah dipulihkan
dan disempurnakan.
f.
Lukas 4:16-19, 21
Perbuatan Allah yang besar di dalam memerintah
umat-Nya telah dinyatakan di dalam kelahiran Sang Raja yaitu Yesus
Kristus. Di dalam Lukas ini Ia
menyatakan bahwa Kerajaan Allah itu sudah datang. Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca
dari Alkitab. Kepada-Nya diberikan kitab
nabi Yesaya dan setelah dibuka-Nya, Ia menemukan nas, di mana ada tertulis: "Roh Tuhan ada
pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik
kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan
pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta,
untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat
Tuhan telah datang." Lalu Ia memulai
mengajar mereka, kata-Nya: "Pada
hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya."
Karya Allah yang begitu besar telah dinyatakan
sebagaimana sebelumnya dijanjikan oleh Allah di dalam Perjanjian Lama dan yang
telah dinubuatkan oleh para nabi. Yesus
Sang Mesias yang telah dijanjikan di dalam Perjanjian Lama adalah klaim dari
Kerajaan Allah dan bahwa Pemerintahan Allah sesungguhnya berada dalam proses
realisasi dalam kedatangan-Nya. Dia
adalah Pribadi yang memproklamasikan bahwa
saat perkabungan kini sudah berakhir, “mempelai laki-laki” telah tiba –
Kerajaan Sorga sudah “dekat”, dalam dan melalui diri Yesus Sang Mesias
sendiri. Pemerintahan Allah telah
dianugerahkan dalam Yesus Kristus Sang Mesias, tetapi penggenapan-Nya secara
sempurna tetap merupakan peristiwa di masa yang akan datang. Dialah Raja yang telah datang dan yang telah
dijanjikan di dalam Perjanjian Lama.
Dialah yang akan mempimpin dan memerintah kerajaan Allah yang telah dinyatakan
di dalam diri-Nya dan yang akan digenapi secara sempurna nantinya pada waktu
kedatangan-nya yang kedua kali. Ia
berkata “Pada hari ini genaplah nas ini
sewaktu kamu mendengarnya”. Raja
yang dijanjikan sudah datang untuk memerintah dan akan datang untuk
menggenapinya secara sempurna pada waktu kedatangan-Nya.
2.
Dalam
Sejarah Perkembangan Penyataan Allah (Historia
Revelations)
Dalam
penelitian ini, penulis juga akan meneliti tentang sejarah perkembangan
penyataan dan perbuatan Allah yang besar di dalam kehidupan umat-Nya. Penulis akan mencoba meneliti mulai dari
zaman Adam sampai kepada zaman Perjanjian Baru, terkait dengan Kerajaan Allah
atau Pemerintahan Allah atas umat-Nya.
1.
Zaman
Adam
Adam dan Hawa adalah manusia yang
pertama kali diciptakan oleh Tuhan Allah menurut gambar dan rupa Allah. Adam diciptakan pertama sekali setalah itu
Allah juga menciptakan penolong yang sepadan dengan dia yaitu Hawa. Mereka diciptakan menurut gambar dan rupa
Allah dalam arti bahwa mereka diciptakan di dalam kekudusan, dalam kebenaran,
dalam kesucian dan kesempuraan serta mewarisi sebagian sifat-sifat Allah. Di antara seluruh ciptaan Allah dari hari
pertama sampai hari keenam, Alkitab mencatat bahwa hanya manusia yang
diciptakan menurut gambar dan rupa Allah dan bahkan di dalam sepanjang sejarah
tidak pernah ada manusia yang sama dengan mereka. Mereka hidup di dalam keagungan dan kemuliaan
serta persekutuan yang intim dengan Tuhan Allah.
Secara tersirat sesungguhnya mereka
memiliki tiga jabatan sebelum kejatuhan di dalam dosa yaitu: Pertama: mereka diciptakan untuk menjadi
nabi yaitu mereka menyatakan kehendak Tuhan Allah di dalam kehidupan mereka dan
bahkan mereka bercakap – cakap secara langsung dengan Tuhan Allah.
Kedua: mereka diciptakan untuk
menjadi imam yaitu mereka mempersembahkan diri mereka sepenuhnya kepada Tuhan
Allah sebagai persembahan yang tak bercata di hadapan Tuhan Allah. Ketiga:
mereka juga diciptakan untuk menjadi raja yaitu memerintah atas seluruh
ciptaan Allah yang lain. Dan bahkan
Tuhan Allah sendiri telah memberikan kuasa untuk menguasai seluruh bumi dan
seluruh isinya. Tetapi, seluruh fungsi
ini telah dihancurkan oleh manusia itu sendiri melalui ketidaktaatan mereka
pada perintah Allah. Yang sesungguhnya
merekalah yang mewujudkan pemerintah Allah atas seluruh ciptaan untuk
selama-lamanya. Tetapi, ketidaktaatan
sehingga mereka jatuh di dalam dosa semuanya menjadi kacau dan rusak total.
Setelah kejatuhan Adam dan Hawa di
dalam dosa, hubungan antara manusia dengan Allah dan seluruh ciptaan Allah yang
lain menjadi rusak total. Setelah
peristiwa ketidaktaatan Adam dan Hawa kepada Allah ini, Tuhan Allah kembali
mengadakan perjanjian yaitu perjanjian anugerah di dalam Yesus Kristus untuk
membebaskan umat-Nya dari kuasa dosa dan memberi hidup yang kekal serta
menegakkan kembali kerajan-Nya untuk memerintah seluruh umat-Nya untuk
selama-lamanya.
Peristiwa ini menandai bahwa pada
zaman Adam dan Hawa, setelah mereka jatuh di dalam dosa, Tuhan Allah tetap
mengasihi mereka dan menjadikan bahwa dari keturunan Adam dan Hawa akan lahir
Seorang yang berkuasa untuk meremukkan
kepala si ular dan menaklukkan iblis, serta mengalahkan kuasa dosa yaitu maut. Selain itu, keturunan ini juga akan memberikan
kehidupan yang kekal serta memulihkan gambar Allah dalam diri manusia dan pada
akhirnya, Ia akan memerintah dalam kerajaan-Nya yang tidak berkesudahan.
2.
Zaman
Abraham
Pada
zaman Abraham Allah memanggil Abram dari negerinya untuk dijadikan menjadi bangsa
yang besar oleh Tuhan Allah. Pada waktu
itu, Tuhan Allah menyuruh Abram untuk meninggalkan negerinya dan meninggalkan
segala bentuk di dalam keluarganya dan Tuhan Allah menyuruhnya untuk memasuki
sebuah negeri yang ditunjukkan oleh Tuhan Allah sendiri (Kej. 12:1-2). Tuhan Allah berfiman bahwa Abram akan menjadi
bangsa yang besar. Perintah ini
dilakukan dengan setia oleh Abram. Tuhan
Allah mengikat perjanjian dengan Abraham bahwa keturunannya akan menjadi bangsa
yang besar. Perjanjian ini ditandai
dengan sunat. Bahwa setiap orang dari
keturunannya harus disunat sebagai tanda bahwa mereka adalah keturunan
Abraham.
Perbuatan
Allah yang besar ini ditandai dengan sebuah janji. Di dalam janji itu juga terkandung bahwa akan
ada seorang raja yang akan memimpin bangsa dari keturunan Abraham
tersebut. Allah berjanji bahwa keturunan
Abraham akan menjadi bangsa yang besar dan juga dari keturunan Abraham itu juga
akan muncul seorang raja yang akan memimpin dan memerintah atas bangsa-bangsa
dari keturunan Abraham tersebut. Tuhan
berjanji demikian: “Aku akan membuat engkau beranak cucu sangat banyak; engkau
akan Kubuat menjadi bangsa-bangsa, dan dari padamu akan berasal
raja-raja”. Perbuatan Allah yang telah
dijanjikannya kepada Abraham telah digenapi di dalam pemilihan bangsa Israel
sebagai bangsa yang besar, bangsa yang telah dipilih oleh Tuhan Allah menjadi
umat-Nya. Dilihat dari silsilah ini,
Kristus pun juga adalah keturunan dari Abraham.
Dialah raja yang dijanjikan oleh Allah kepada Abraham.
Selanjutnya Yehuda
dari keturunan Abraham ini dijanjikan bahwa tongkat kerajaan tidak akan
beranjak dari Yehuda “sampai Ia datang
yang berhak atasnya”. Kerajaan ini
menunjuk kepada Dia yang akan datang dan yang lebih berhak, lebih berkuasa di
dalam memerintah kerajaan yang kepada-Nya akan takluk bangsa – bangsa (Kej.
49:10). Hal ini akan menandai kedatangan
Kristus sebagai Raja yang berhak memerintah atas seluruh bangsa di muka bumi
ini.
3.
Zaman
Daud
Tuhan
Allah telah menjadikan kepada hamba-Nya Daud bahwa keturunan dari keluarganya
bahwa kerajaannya akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapan Tuhan dan juga
takhtanya akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapan Tuhan Allah (2 Sam. 7:16;
1 Taw. 17:14). Peristiwa ini menandai
akan kedatangan Kristus sebagai Raja yang akan memimpin dan memerintah, dan
yang kerajaan-Nya kokoh untuk selama-lamanya.
Seperti yang disampaikan oleh Malaikat Gabriel kepada Maria sebelum
Yesus lahir ke dalam dunia bahwa “Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang
Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa
leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai
selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan." (Luk.
1:32-33). Peristiwa perbuatan Allah yang
mula-mula dinyatakan kepada Daud telah tergenapi di diri Yesus Kristus sebagai
Raja yang berkuasa dan yang akan memerintah untuk selama-lamanya dan
kerajaan-Nya ini tidak akan berkesudahan.
Kerajaan-Nya akan kokoh kekal untuk selama-lamanya. Kristuslah adalah keturunan Daud dan di dalam
Dialah kerajaan itu tergenapi dan yang akan disempurnakan.
4.
Zaman Yesaya
Melalui nabi Yesaya
Tuhan Allah menyatakan bahwa akan lahir seorang Raja. Ia dilahirkan oleh seorang anak dara, dan Ia
diberi nama Imanuel (Yes. 7:14; Mat. 1:23).
“Lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan nama-Nya disebutkan
orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai. Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak
akan berkesudahan di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya, karena ia
mendasarkan dan mengokohkannya dengan keadilan dan kebenaran dari sekarang
sampai selama-lamanya”. (Yes. 9:5-6).
Hal ini menandai tentang kedatangan Kristus sebagai Raja. Dia adalah Raja Damai yang memerintah dalam
keadilan dan kebenaran-Nya sehingga kerajaan-Nya tidak berkesudahan.
5.
Zaman Tuhan Yesus
Pemberitaan atas
Kerajaan Allah dinyatakan oleh Tuhan Yesus sendiri di awal pelayanan-Nya. Di dalam awal mula pelayanan Tuhan Yesus
dimulai dengan pemberitaan atas Kerajaan Allah, “kata-Nya: "Waktunya telah
genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada
Injil!" (Mrk. 1:15). Hal ini
menandakan bahwa seluruh nubuat dan janji Allah di dalam Perjanjian Lama genap
di dalam diri-Nya ketika Ia membaca Kitab Yesaya dan bahwa nubuat itu telah
genap setelah Ia membacakannya. Roh
Tuhan ada pada-Nya, Ia adalah telah diurapi, Ia memberikan pembebasan, Ia
memberikan penglihatan, Ia memberitakan tahun rahmat Tuhan (Luk. 4:16-19). Semua janji Allah serta nubuat tentang
seorang raja, telah digenapi ketika Kristus berkata "Pada hari ini
genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya." (Luk. 4:21).
D.
Eksegese
/ Tafsiran (Historis - Kristologis)
Injil Matius 6:33
Seluruh
peristiwa – peristiwa perbuatan Allah di dalam sepanjang sejarah Alkitab baik
di dalam Perjanjian Lama yang menyangkut janji dan nubuat maupun Perjanjian
Baru yang menyatakan tahun rahmat Tuhan berpusat kepada Kristus Sang Mesias
Anak Allah Yang hidup. Langkah ini akan
menuntun penulis untuk mencari dan menentukan Kristus di dalam teks yang hendak
ditafsir. Dengan kata lain, peneliti
akan mencari jawaban atas pertanyaan: dengan cara apakah teks yang hendak
ditafsirkan itu berhubungan dengan keselamatan yang telah dikerjakan oleh Yesus
Kristus Sang Mesias itu?
Di
dalam pengajaran Tuhan Yesus tentang Kerajaan Allah ini akan menunjuk kepada
dua pengertian yaitu kerajaan Allah yang berbicara tentang pemerintahan Allah
dan kerajaan Allah yang berbicara tentang petunjuk di dalam kehidupan manusia
untuk mencari kerajaan Allah itu sendiri.
Jadi, kerajaan Allah yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus ialah Kerajaan
Allah yang telah memerintah dan yang akan dinyatakan secara sempurna di masa
yang akan datang dan kerajaan itu juga menunjuk kepada petunjuk bagi umat Allah
untuk mencari kerajaan Allah itu yang di mana telah dinyatakan kepada manusia
melalui Kristus Sang Mesias yang telah lahir dan yang telah menyatakan
kerajaan-Nya di tengah – tengah umat-Nya.
Dilihat
dari konteks nast dalam pengajaran Tuhan Yesus ini yang merupakan satu kesatuan
dengan seluruh pengajaran-Nya di atas bukit, ayat ini pada hakekatnya merupakan
kontras dari seluruh kekuatiran manusia.
Manusia lebih mementingkan kebutuhan jasmani mereka, tetapi Tuhan Yesus
mengajarkan, “Tetapi carilah dahulu
Kerajaan Allah…”. Untuk memahami
nast ini lebih dalam maka kita akan melihat di dalam bentuk gramatikalnya.
Di dalam ayat 25 Tuhan Yesus pertama-tama menyatakan bahwa
“karena itu janganlah kamu kuatir akan hidupmu”. Kata hidup dapat diartikan sesuai dengan
bahasa aslinya yang diterjemahkan ψυχη (psuche)
yang artinya ialah nyawa. Apakah nyawa
membutuhkan makan dan minum? Kepuasaan
jiwa hanya didapatkan di dalam Kerajaan Allah dan Kebenaran Allah.
Kata
“tetapi” merupakan kata konjungsi
atau partikel konjungtif. Dalam bahasa
aslinya diterjemahkan δε (de) artinya tetapi, maka. Dari kasus kata ini dapat dipahami bahwa
maksud konjungsi atau partikel konjungtif ialah untuk menyatakan tentang suatu
hubungan antara peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelumnya dan juga peristiwa-peristiwa
yang terjadi selanjutnya, yang pada hekakatnya dilihat dari konteks nast ini
bertentangan atau kontras. Jika dilihat
dari konteks nast ini maka peristiwa – peristiwa yang terjadi sebelumnya itu
ialah peristiwa tentang pengajaran Tuhan Yesus yaitu mengenai “hal
kekuatiran”. Sebelumnya Tuhan Yesus
mengajarkan seperti apa, bagaimana dan mengapa manusia kuatir yang semuanya itu
dilakukan oleh karena mereka tidak mengenal Allah (ay. 32). Selanjutnya, setelah Tuhan Yesus mengajarkan
tentang hal kekuatiran itu, Ia melanjutkan pengajaran-Nya yaitu “tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah”. Hal inilah yang bertentangan dengan peristiwa
– peristiwa di dalam pengajaran Tuhan Yesus sebelumnya. Orang – orang banyak pada saat itu dan
manusia juga pada umumnya sering kuatir akan hidup mereka dan seringkali
mementingkan hal – hal dunia atau kebutuhan mereka. Tetapi, Tuhan Yesus mengajarkan bahwa
bukanlah hal yang itu yang menjadi pusat utama yang perlu dicari di dalam
kehidupan mereka. Tetapi, yang paling
utama yang perlu untuk dicari di dalam kehidupan ini ialah Kerajaan Allah dan
kebenarannya. Tuhan Yesus sudah
menjelaskan secara mendalam dari ayat – ayat sebelumnya bahwa kekuatiran itu
tidak menambah sehasta dan bahkan kekuatiran itu adalah tindakan dari orang –
orang yang tidak mengenal Allah. Oleh
sebab itu semua, Tuhan Yesus memberikan satu pengajaran yaitu mencari dahulu
Kerajaan Allah. Dalam arti bahwa Tuhan
Yesus mengajarkan bahwa hal kekuatiran itu adalah hal yang tidak membawa kepada
kehidupan, tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya.
Selanjutnya
kata “carilah” dalam bahasa Yunaninya
diterjemahkan ζητειτε (zeteite) artinya mencari, menunggu, memeriksa,
menanyakan, berusaha. Kata ini merupakan
kata kerja, orang ke-2 Jamak, kalanya – kini, voice aktif, modus –
imperatif. Makna voice aktif pada kata
tersebut menunjukkan tentang suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan
secara terus menerus dari pihak yang diperintahkan. Tuhan Yesus memerintahkan orang banyak pada
saat itu untuk mencari berarti secara harafiah dengan diri mereka sendiri
mereka harus mencari Kerajaan Allah dan bukan kuatir akan hal – hal yang
disebutkan dari ayat – ayat sebelumnya itu.
Kata
“πρωτον” (proton) diterjemahkan oleh
LAI “dahulu”. Kata ini juga memiliki
arti yang lain yaitu pertama-tama; terutama; pertama kali. Hal inilah yang harus diutamakan atau yang
pertama-tama menjadi sentral dalam hidup orang – orang percaya untuk dicari
yaitu mengenai hal – hal yang di atas (mendahulukan Kerajaan Allah dan Kebenarannya).
Kata
“βασιλειαν του θεου” (basileian tou Theou) diterjemahkan oleh
LAI “Kerajaan Allah”. Inilah
pertama-tama yang dicari oleh orang – orang yang percaya sesungguhnya dan bukan
hal – hal duniawi atau mengenai kekuatiran atas makan dan minum setiap
hari. Tetapi yang paling utama ialah
Kerajaan Allah ini.
Kata
“δικαιοσυνην” (dikaiosunen)
diterjemahkan oleh LAI kebenarannya.
Kata ini juga bisa diterjemahkan keadilan. Dalam terjemahan LAI kurang tepat dengan
menerjemahkan “Kerajaan Allah dan keadilannya”, yang kelihatannya menunjuk
kepada keadilan kerajaan Allah itu, tetapi terjemahan lebih tepat ialah
“Kerajaan Allah dan Kebenaran-Nya” yaitu menuju kepada kebenaran atau keadilan
Allah.
Jadi,
berdasarkan hasil dari pengertian nast tersebut di atas sesuai dengan
gramatikalnya, maka dapat dikatakan bahwa perintah Tuhan Yesus di dalam Matius
6:33 ini ialah perintah yang paling sentral dalam hidup manusia, di mana
perintah itu harus dilakukan secara terus menerus. Tuhan Yesus mengajarkan carilah dahulu
kerajaan Allah dan kebenarannya maka semuanya itu akan ditambahkan
kepadamu. Jadi yang menjadi pusat dari
kegiatan atau perbuatan orang – orang percaya yang paling utama ialah mencari
dahulu kerajaan Allah. Kenapa harus mencari Kerajaan Allah dan
Kebenaran Allah? Ada apa dengan Kerajaan Allah dan Kebenaran Allah tersebut?
Pertama
– tama yang harus diperhatikan di dalam hal ini bahwa Kerajaan Allah di dalam
nats ini memiliki dua pengertian yaitu mengenai pemerintahan Allah yang telah
dinyatakan kepada manusia melalui kedatangan Kristus dan juga Kerajaan Allah
yang menjadi petunjuk sebagaimana Kristus sendiri memberikan perintah untuk
mencari Kerajaan Allah itu dan kebenaran-Nya.
Kerajaan Allah dan kebenaran Allah adalah pemberian Tuhan Allah kepada
manusia. Ia yang mendatangkan Kerajaan
itu dan Ia yang memberikan kebenaran-Nya.
Mencari Kerajaan Allah dan Kebenaran-Nya secara harafiah dapat diartikan
yaitu berusaha untuk menjadi warga Kerajaan Allah dan berusaha untuk menerima
serta mewujudkan kebenaran-Nya. Hal
inilah yang perlu dan yang menjadi tujuan utama setiap manusia dan bukan
mementingkan hal – hal duniawi. Orang –
orang percaya harus mencari, merindukan dan mengutamakan hal mengenai Kerajaan
Allah dan kebenaran-Nya. Matthew Henry menyatakan bahwa:
Kewajiban kita adalah mencari, merindukan, mengejar,
dan mengarah kepada hal – hal ini: Pertama:
Kerajaan Allah dan Kebenaran-Nya. Kita harus ingat bahwa sorga adalah
tujuan akhir kita dan kekudusan adalah jalannya. “Carilah penghiburan yang berasal dari
kerajaan anugerah dan kemuliaan-Nya sebagai satu – satunya yang membawa
kebahagiaan bagimu. Arahkanlah tujuanmu ke Kerajaan
Sorga, berjuanglah untuk menggapainya, bertekunlah sampai hatimu yakin, dan
teguhkanlah hatimu supaya kamu tidak gagal.
Carilah kemuliaan, kehormatan, dan kekekalan ini. Pilihlah sorga dan berkat – berkat sorgawi
melebihi dunia dan kesenangan – kesenangan duniawi”. Kedua:
dengan kebahagiaan dari Kerajaan ini, carilah kebenaran-Nya, yaitu Kebenaran Allah, kebenaran yang
dikehendaki-Nya untuk dikerjakan di dalam diri kita, dan dikerjakan oleh kita
dengan sedemikian rupa supaya kebenaran kita melebihi kebenaran ahli-ahli
Taurat dan orang – orang Farisi.[17]
Kerajaan
Allah dan Kebenaran Allah merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan satu
sama lain. Di dalam pengajaran Tuhan
Yesus ini dengan sengaja menyatakan bahwa yang perlu dan yang paling utama
harus dicari oleh manusia secara umum dan orang – orang percaya secara khusus
adalah Kerajaan Allah dan juga Kebenaran Allah.
Kerajaan Allah berbicara tentang akhir atau tujuan utama dari orang –
orang percaya. Oleh sebab itu, Yesus
mengajarkan bahwa tujuan utama setiap manusia itu sesungguhnya ialah masuk
kepada Kerajaan itu dan bukan dengan hal-hal duniawi, bukan soal makan dan
minum yang hanya sementara itu, tetapi Kerajaan Allah yang dipenuhi dengan
kedamaian serta kebahagiaan yang kekal itu.
Kerajaan Allah inilah yang harus menjadi setiap tujuan utama orang –
orang percaya secara khusus. Pengajaran
Tuhan Yesus lebih menunjuk kepada pengajaran yang menjadi akhir hidup
manusia. Inilah tujuan dan akhir hidup
manusia itu yaitu masuk ke dalam Kerajaan Allah. Dan kebenaran Allah berbicara tentang
kebenaran Allah yang telah dinyatakan-Nya sendiri dan kebenaran itu harus
dilakukan di dalam diri setiap manusia. J.L. Ch. Abineno menyatakan bahwa:
Apa itu Kerajaan Allah? Kerajaan Allah adalah suatu
realitas masa depan, yang telah mulai nampak pada waktu ini. Sesuai dengan itu maksudnya: sesuai dengan
kenyataan, bahwa kerajaan Allah adalah pertama-tama suatu realitas masa depan –
hidup murid-murid (jemaat) sebagai orang – orang percaya harus mereka tujukan
ke situ. Tetapi, pada saat mereka
melakukan hal itu, Kerajaan Allah – atau mungkin lebih jelas: Pemerintahan
Allah – datang di tengah-tengah mereka dan menguasai mereka. Artinya membuat mereka menjadi warga Kerajaan
Allah. Kerajaan itu datang dengan
keadilan-Nya dan keadilan Allah ini adalah keadilan yang membebaskan manusia
dari kuasa Mamon (harta milik, nama dll) dan dari kekuatiran terhadap hidup
pada waktu ini dan pada waktu yang akan datang.[18]
Kerajaan
Allah sudah datang dan diam di tengah – tengah umat-Nya di dalam diri Yesus
Kristus. Di dalam diri-Nyalah Kerajaan
Allah yang telah dijanjikan oleh Tuhan Allah dari Perjanjian Lama. Oleh sebab itu, umat-Nya harus mencari-Nya
sebab hal itulah yang akan memberikan kedamaian serta kebahagian yang
kekal. Sebab Kerajaan Allah itu bukan
kerajaan duniawi yang hanya sementara, tetapi Kerajaan Allah yang kekal
selama-lamanya. Itulah sebabnya Tuhan
Yesus di dalam pengajaran-Nya dengan begitu tegas bahwa Kerajaan Allah sudah
datang dan hal itulah yang harus menjadi prioritas utama untuk dicari dan bukan
soal makan dan minum.
Tuhan
Yesus mengajarkan “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan Kebenaran-Nya”. Yang dimaksudkan di sini tentu bukan tempat
atau wilawah tentang di mana Kerajaan Allah itu. Tetapi yang dimaksudkan di sini ialah bahwa
Kerajaan Allah itu sudah dinyatakan kepada dunia dan telah hadir di dalam
dunia, serta hadir di tengah – tengah umat-Nya, maka mereka harus mencari-Nya. John
Stott menyatakan bahwa:
Mencari dahulu
Kerajaan Allah. Yang dimaksudkan di sini tentu bukan ‘wilayah’, melainkan kedaulatan Allah. Namun, jika Yesus berbicara tentang Kerajaan
Allah, maka kedaulatan ini bukan kedaulatan Allah secara umum atas alam dan
sejarah. Tetapi, Kedaulatan Allah dalam
diri umat-Nya sendiri, yang awal pemberlakuan-Nya sudah diresmikan Allah
sendiri. Itu mulai berlaku dalam
kehidupan seseorang apabila ia merendahkan diri, bertobat, percaya, menyerahkan
dirinya kepada Allah dan dilahirkan kembali.[19]
Tuhan
Allah telah menyatakan Kerajaan-Nya ke dalam dunia melalui kelahiran Anak-Nya
yang Tunggal yaitu Yesus Kristus. Oleh
sebab itulah Tuhan Yesus sendiri mengajarkan orang banyak pada saat itu untuk
mencari dan merindukan kerajaan itu. Hal
ini memang benar, sebab sepanjang sejarah Perjanjian Lama tidak pernah Allah
memberikan perintah kepada umat-Nya untuk mencari Kerajaan Allah ini. Tuhan Allah di sepanjang sejarah sebelum
kedatangan Kristus, Ia hanya berfirman bahwa Ia akan menyatakan Kerajaan-Nya ke
dalam dunia. Dan setelah tiba waktu-Nya,
Ia mengutus Anak-Nya yang Tunggal untuk menyatakan Kerajaan-Nya ke dalam dunia
di dalam diri Yesus Kristus. Itulah
sebabnya, Kristus mengajarkan umat-Nya bahwa Kerajaan Allah itu sudah datang
dan ada di tengah – tengah mereka. Oleh
karena keselamatan telah dinyatakan kepada umat Allah melalui Kristus dan
mereka telah diselamatkan melalui pengorbanan Kristus maka mereka berhak dan
mampu mencari Kerajaan Allah dan Kebenaran Allah di dalam Yesus Kristus itu sendiri. Tentu saja orang yang mencari Kerajaan Allah
ini adalah mereka yang telah bertobat dan percaya kepada Kristus sebagai Raja
yang telah datang membebaskan umat-Nya dari segala penderitaan dari dosa-dosa
mereka.
Jadi,
Kerajaan Allah dan Kebenaran-Nya pertama – tama menunjuk kepada tujuan utama
dalam kehidupan orang – orang percaya.
Selain itu, Kerajaan Allah dan Kebanaran-Nya juga menunjuk kepada
tindakan atau perbuatan orang – orang percaya untuk mencari-Nya, supaya hal itu
nyata di dalam kehidupan umat-Nya.
Dengan kata lain, supaya Kerajaan Allah dan kebanaran-Nya menjadi hal
yang utama dalam kehidupan mereka. J. J. de Heer menyatakan bahwa, “Dalam
hal ini, Tuhan Yesus mengikuti urutan dari “Doa Bapa Kami”, yang di dalamnya Ia
mengajarkan kita untuk berdoa dahulu, supaya
Kerajaan Allah datang dan kehendak Allah dilakukan, dan baru setelah itu,
supaya makanan diberi kepada kita”. Dan
‘mencari Kerajaan Allah dan Kebenaran-Nya’ ialah mencari untuk menjadi taat
kepada Allah.[20] Kerajaan Allah sudah datang dan berada di
tengah – tengah umat-Nya. Oleh sebab
itu, mereka harus lebih taat kepada Kerajaan itu sebab telah hadir di tengah –
tengah mereka untuk menyelamatkan mereka dari dosa – dosa mereka. Dalam “Doa Bapa Kami” Tuhan Yesus mengajar
dengan hal yang pertama – tama yaitu “… datanglah Kerajaan-Mu…” Kerajaan Allah inilah yang harus menjadi hal
yang utama dari hidup orang – orang percaya.
Apakah hal – hal mengenai kebutuhan
pada umumnya tidak diperlukan oleh manusia? Apakah cukup hanya dengan mencari
Kerajaan Allah saja? Di
dalam nast ini ternyata tidak! Tuhan
Yesus di dalam pengajaran-Nya, Ia menyatakan bahwa, “Carilah dahulu kerajaan
Allah dan Kebenaran-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu”. Tenyata ada janji mulia yang diberikan kepada
umat-Nya bahwa ketika mereka telah mencari Kerajaan Allah dan Kebenaran-Nya
maka segala hal yang menjadi kebutuhan mereka akan diberikan atau dicukupkan
kepada mereka.
Kata “Maka semuanya itu”. Terjemahan yang lebih tepat ialah “Semuanya ini” bukan
“semuanya itu”. Semuanya ini menunjukkan
dalam kekuasaan Tuhan. Semuanya ini
lebih tepat untuk diterjemahkan karena menunjuk kepada jangkauan. Hal ini menunjuk kepada Tuhan Yesus di dalam
kekuasaan-Nya yang semuanya akan ditambahkan yaitu mengenai soal makan dan
minum.
Kata
“προστεθησεται” (prostethesetai)
diterjemahkan oleh LAI “ditambahkan”.
Kata ini dapat juga diterjemahkan menambahkan, bertambah. Analisis kata “προστεθησεται” (prostethesetai) secara gramatikal
ditulis dalam bentuk kata kerja, orang ketiga tunggal, Kala - Future, Voice-Pasif, Modus-Indicatif. Makna kala – future ialah untuk menyatakan
suatu perbuatan atau tindakan Allah di dalam memelihara umat-Nya dengan
mencukupkan segala sesuatu yang mereka butuhkan secara terus menerus. Dan makna voice – pasif adalah suatu
perbuatan yang dilakukan oleh Tuhan Allah secara aktif atas umat-Nya dan yang
diterima oleh umat-Nya secara pasif.
Jadi segala sesuatu ditambahkan oleh Tuhan Allah kepada umat-Nya secara terus menerus
dengan anugerah-Nya. Dalam arti bahwa
Tuhan Allah yang lebih aktif di dalam memberikan segala sesuatu kepada umat-Nya
yang mencari Kerajaan-Nya dan kenaran-Nya.
Hal ini memang sungguh terjadi, sebab tidak mungkin orang yang mencari
Kerajaan Allah dan Kebenaran-Nya akan menjadi sia-sia. Matthew
Henry menyatakan bahwa:
Janji Mulia ditambahkan; semuanya itu, kebutuhan – kebutuhan hidup yang perlu, akan ditambahkan kepadamu, akan diberikan dengan berlimpah. Demikianlah yang diberikan sebagai
tambahan. Engkau akan mendapatkan apa
yang kaucari, Kerajaan Allah dan
Kebenaran-Nya, sebab tidak pernah ada orang yang
mencarinya dengan sia-sia jika dia
mencari dengan sungguh-sungguh. Di
samping itu, engkau akan mendapatkan makanan dan pakaian, dengan berlebih,
seperti orang yang membeli barang mendapatkan kertas dan tali pembungkusnya
sekaligus.[21]
Inilah janji Allah yang pada hakekatnya selalu ditepati, seperti Ia
menjadikan kedatangan Kristus ke dalam dunia untuk menyelamatkan umat-Nya
demikian juga janji-Nya bahwa setiap orang yang mencari Kerajaan-Nya dan
Kebenaran-Nya akan ditambahkan segala hal sesuai dengan kebutuhan mereka. Tidak ada umat Tuhan yang sungguh-sungguh
percata kepada Tuhan yang diceritakan di dalam sepanjang Alkitab baik
Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru yang mati kelaparan serta menjadi
pengemis. Tuhan selalu mencukupkan
segala kebutuhan umat-Nya di mana pun mereka berada dan bahkan di Padang Gurun
pun Tuhan Allah memberikan makanan daging bagi umat-Nya (Bil. 11:31).
Inilah yang hendak diajarkan oleh Tuhan Yesus kepada orang – orang
banyak pada saat itu bahwa hal yang paling utama itu ialah mencari Kerajaan
Allah dan Kebenaran-Nya maka semua kebutuhan yang dicari oleh bangsa – bangsa
yang tidak mengenal Allah itu akan ditambahkan atau diberikan sesuai dengan
kebutuhan mereka. Dalam pengajaran Tuhan
Yesus terlihat jelas bahwa kekuatiran itu tidak akan menambah sehasta dalam
hidup mereka. Oleh sebab itu, tidak
artinya untuk kuatir akan makan dan minum yang dibutuhkan. Dalam hal ini, pengajaran Tuhan Yesus Sang
Raja itu juga memperlihatkan bahwa hanya Dia yang bisa mengalahkan kekuatiran
dan bahwa Ia sanggup memelihara umat-Nya.
Sinclair B. Ferguson menyatakan
bahwa:
Kekuatiran tidak akan
pernah dapat diatasi dengan cara mendapatkan sesuatu lebih daripada
sebelumnya. Kekuatiran hanya dapat
diatasi dengan adanya keyakinan akan
pemeliharaan Sang Raja. Karena
itulah, kerinduan kita yang paling utama seharusnya adalah hidup di bawah
otoritas Allah sebagai Raja, serta mengusahakan pelebaran Kerajaan-Nya dengan
segala daya upaya yang memungkinkan, baik secara moral, sosial, maupun
geografis; juga secara pribadi, batiniah, maupun rohaniah. Ketika kita memusatkan hati kita kepada
kebenaran-Nya yang melingkupi seluruh hidup kita, kita akan memiliki prioritas
yang tersusun sedemikian rupa, hingga kemudian kita dapat menemukan dua
kebenaran sebagai berikut: Yang pertama: semua
kebutuhan kita akan dipenuhi-Nya. Ia
belum pernah mengabaikan seorang pun dari anak-anak-Nya. Kedua:
banyak hal yang tadinya kita pikir kita butuhkan, ternyata kemudian kita sadari
tidak benar-benar kita butuhkan, dan bahkan tidak lagi kita inginkan. Akhirnya sebagai ganti kekuatiran, kita
menemukan suatu kepenuhan hidup.[22]
Dari pengajaran Tuhan Yesus ini sesungguhnya mempunyai satu
tujuan yang paling dalam yaitu tercapainya kepenuhan hidup yang berbahagia. Tuhan Yesus mengajarkan bahwa kekuatiran itu
tidak menambah sehasta pada hidup mereka dan bahkan kekuatiran adalah perbuatan
bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah.
Tetapi, carilah dahulu Kerajaan Allah dan Kebenaran-Nya sebab dengan
mencari dan merindukan-Nya, maka Ia akan mencukupkan segala sesuatu yang
dibutuhkan oleh umat-Nya. Hidup sebagai
anak-anak Kerajaan-Nya lebih berbahagia dibandingkan dengan hidup duniawi yang
selalu mementingkan keinginan sendiri.
Dunia tidak memberikan kecukupan dan kebahagiaan kepada manusia, itulah
sebabnya Kristus datang ke dalam dunia untuk membebaskan umat-Nya dari segala
perbudakan dosa. Inilah salah satu pusat
utama pengajaran Tuhan Yesus di atas bukit yaitu mencari Kerajaan Allah dan
Kebenaran-Nya jauh lebih berbahagia. Tujuannya
ialah supaya umat-Nya tidak hidup seperti orang – orang yang tidak mengenal
Allah. Tetapi, umat-Nya hidup sebagai
orang – orang yang sudah diselamatkan melalui pengorbanan-Nya sendiri dan
anak-anak-Nya akan hidup di dalam sebagai anak-anak kerajaan. “Di sini Tuhan Yesus meminta kepada kita,
supaya kita hidup sebagai anak-anak kerajaan dan supaya dalam segala hal dan
kesukaran kita mengarahkan hidup kita kepada kebenaran Kerajaan Allah”.[23] Kerajaan sudah datang dan telah dinyatakan di
dalam dunia dan yang akan segera disempurnakan melalui kedatangan Kristus yang
kedua kali. Umat-Nya akan hidup di dalam
Kerajaan ini, dan Dia akan menjadi Raja atas umat-Nya yang memerintah untuk
selama-lamanya.
Jadi, mencari Kerajaan Allah merupakan petunjuk yang
diperintahkan oleh Tuhan Yesus Kristus kepada setiap umat yang percaya
kepada-Nya. Mencari dahulu Kerajaan
Allah sama artinya dengan mementingkan Tuhan Allah terlebih dahulu dibandingkan
dengan hal – hal yang lain. Tuhan
Allah-lah yang menjadi pokok utama di dalam setiap hidup orang – orang percaya
sebab Dia telah menyatakan Kerajaan-Nya di dalam diri Anak-Nya yaitu Yesus
Kristus Sang Pengantara. Seluruh
tindakan dan perbuatan orang – orang percaya harus didasarkan atas perintah
yang telah diperintahkan oleh Tuhan Yesus sendiri yaitu “carilah dahulu Kerajaan Allah dan Kebenaran Allah”. AMIN!
DAFTAR PUSTAKA
Abineno, J.L. Ch., Khotbah Di Bukit: Catatan – Catatan Tentang Matius 5 – 7. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1986.
Duyverman, M. E., Pembimbing Ke Dalam Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1996.
Ferguson, Sinclair B., Khotbah Di Bukit. Surabaya: Momentum. 1999.
Guthrie, Donald., Pengantar Perjanjian Baru. Volume 1. Surabaya: Momentum. 2008.
Hakh, Samuel Banyamin., Perjanjian Baru: Sejarah. Pengantar dan Pokok – pokok
Teologisnya. Bandung: Bina Media
Informasi. 2010.
Heer, J.J. de., Tafsiran Alkitab:Injil Matius Pasal 1- 22. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2000.
Henry, Matthew., Tafsiran Matthew Henry: Injil Matius 1 – 14. Surabaya: Momentum. 2007.
Stott, John., Khotbah Di Bukit: Pemahaman dan Penerapan Amanat Alkitab Masa Kini. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih. 1999.
Subandrijo, Bambang., Menyingkap Pesan – Pesan Perjanjian Baru 1. Bandung: Bina Media Informasi. 2010.
Sutanto, Hasan., Hermeneutik: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab. Malang: Seminari AlkitabAsia Tenggara. 1998.
Tenney, Merrill C., Survei Perjanjian Baru. Malang: Gandum Mas. 1997.
Verkuyl, J., Khotbah Di Bukit. Jakarta: BPK Gunung
Mulia.
2002.
[1] J.J. de Heer, Tafsiran
Alkitab:Injil Matius Pasal 1- 22, cet. 6, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2000), h. 2.
[2] M. E. Duyverman, Pembimbing Ke
Dalam Perjanjian Baru, cet. 11, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), h. 54.
[3] M. E. Duyverman, Pembimbing Ke
Dalam Perjanjian Baru, cet. 11, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), h.
54-55.
[4] Merrill C. Tenney, Survei
Perjanjian Baru, cet. 4, (Malang: Gandum Mas, 1997), h. 192.
[5] Bambang Subandrijo, Menyingkap
Pesan – Pesan Perjanjian Baru 1, cet. 1, (Bandung: Bina Media Informasi,
2010), h. 99.
[6] Donald Guthrie, Pengantar
Perjanjian Baru, Volume 1, cet. 1, (Surabaya: Momentum, 2008), h. 36 – 37.
[7] M. E. Duyverman, Pembimbing Ke
Dalam Perjanjian Baru, cet. 11, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), h. 55.
[8] J.J. de Heer, Tafsiran
Alkitab:Injil Matius Pasal 1- 22, cet. 6, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2000), h. 4 – 5.
[9] M. E. Duyverman, Pembimbing Ke
Dalam Perjanjian Baru, cet. 11, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), h. 55
[10] Samuel Banyamin Hakh, Perjanjian
Baru: Sejarah, Pengantar dan Pokok – pokok Teologisnya, cet. 1, (Bandung:
Bina Media Informasi, 2010), h. 279.
[11] Merrill C. Tenney, Survei
Perjanjian Baru, cet. 4, (Malang: Gandum Mas, 1997), h. 185.
[12] M. E. Duyverman, Pembimbing Ke
Dalam Perjanjian Baru, cet. 11, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), h. 54.
[13] Merrill C. Tenney, Survei
Perjanjian Baru, cet. 4, (Malang: Gandum Mas, 1997), h. 192.
[14] Donald Guthrie, Pengantar
Perjanjian Baru V.1, Cetakan
Pertama, (Surabaya, Momentum, 2008), h.
17.
[15]Bambang Subandrijo, Menyingkap
Pesan-Pesan Perjanjian Baru 1, Cetakan Pertama, (Jakarta: Bina Media
Informasi, 2010), h. 117-118.
[16] Hasan Sutanto, Hermeneutik:
Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab, (Malang: Seminari AlkitabAsia
Tenggara, 1998), h. 205-206.
[17] Matthew Henry, Tafsiran Matthew
Henry: Injil Matius 1 – 14, cet. 1, (Surabaya: Momentum, 2007), h. 281 –
282.
[18] J.L. Ch. Abineno, Khotbah Di
Bukit: Catatan – Catatan Tentang Matius 5 – 7, cet. 1, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1986), h. 160.
[19] John Stott, Khotbah Di Bukit:
Pemahaman dan Penerapan Amanat Alkitab Masa Kini, cet. 3, (Jakarta: Yayasan
Komunikasi Bina Kasih, 1999), h. 218 – 219.
[20] J.J. de Heer, Tafsiran
Alkitab:Injil Matius Pasal 1- 22, cet. 6, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2000), h. 115.
[21] Matthew Henry, Tafsiran Matthew
Henry: Injil Matius 1 – 14, cet. 1, (Surabaya: Momentum, 2007), h. 282 –
289.
[22] Sinclair B. Ferguson, Khotbah Di
Bukit, cet. 1, (Surabaya: Momentum, 1999), h. 164.
[23] J. Verkuyl, Khotbah Di Bukit, cet.
9, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002), h. 102.
CasinoTacorp Review 2021 – Up to 200 FS for new customers
BalasHapusCasinoTacorp offers a great range of 승인 전화 없는 꽁 머니 사이트 games, including video slots, table 꽁머니 games, video poker, video poker, 토토 꽁머니 live dealer games, and progressive 블랙 잭 게임 jackpots. It has 실시간 바카라 사이트 Rating: 3.2 · Review by CasinoTacorp